SEJARAH ISLAM DI ANDALUSIA
Senin, 18 Februari 2013
1
komentar
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sejarah Islam merupakan salah satu bidang studi
Islam yang banyak menarik perhatian para peneliti baik dari kalangan sarjana
Muslim maupun non Muslim, karena banyak manfaat yang dapat diperoleh dari
penelitian tersebut. Bagi umat Islam, mempelajari sejarah Islam selain akan
memberikan kebanggaan juga sekaligus peringatan agar berhati-hati, misalnya
dengan mengetahui bahwa umat Islam dalam sejarah pernah mengalami kemajuan dalam
segala bidang selama beratus-ratus tahun, akan memberikan rasa bangga dan
percaya diri menjadi orang Islam. Demikian pula dengan mengetahui bahwa umat
Islam juga mengalami kemunduran, penjajahan dan keterbelakangan, akan
menyadarkan umat Islam untuk memperbaiki keadaan dirinya dan tampil untuk berjuang
mencapai kemajuan.[1]
Sesungguhnya sejarah sebuah kaum adalah materi
utama untuk mendidik generasi penerusnya, terutama jika umat yang bersangkutan
adalah umat yang berperadaban yang tinggi serta memiliki peranan yang besar
dalam memajukan dunia. Saat ini, yang wajib dilakukan umat Islam adalah
bagaimana agar mereka senantiasa belajar dari sejarah, baik tentang hal-hal
yang positif maupun negatif. Dari sinilah akan ditemukan betapa sejarah umat
Islam memiliki keunggulan dari sejarah umat yang lainnya. Pada saat Barat dan
Eropa mengalami apa yang mereka sebut sebagai “zaman kegelapan,” justru
peradaban Islam sedang mengalami kecemerlangan yang ditandai dengan pesatnya
perkembangan dan inovasi ilmu pengetahuan. Dari peradaban Islam inilah, Eropa
mendapatkan pencerahan untuk sampai kepada sebuah kebangkitan.[2]
Berdasarkan dengan pernyataan di atas, penulis
ingin memaparkan dan menjelaskan tentang sebuah sejarah dan peradaban besar
Islam yang pernah tumbuh dan berkembang di benua Eropa, tepatnya di Negara
Spanyol yang dulunya terkenal dengan nama “Andalusia”. Oleh karena itu, penulis
ingin mengangkat sebuah makalah yang berjudul “ISLAM di ANDALUSIA,”
B. Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dikemukakan
pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana
proses masuknya Islam ke Andalusia?
2. Bagaimana
perkembangan politik dan peradaban di Andalusia?
3. Apa penyebab
kemunduran dan runtuhnya daulah Umayyah II di Andalusia?
4. Apakah pengaruh
peradaban Islam terhadap Eropa?
C. Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan penulisan yang akan dipaparkan
adalah sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan yaitu untuk mengetahui:
1. Proses masuknya
Islam ke Andalusia
2. Perkenbangan
politik dan peradaban di Andalusia
3. Penyebab
kemunduran dan runthnya daulah Umayyah II di Andalusia
4. Pengaruh
peradaban Islam terhadap Eropa
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Masuknya Islam di Andalusia[1]
Pada
tahun 133 M bangsa Romawi dapat menguasai semenanjung Andalusia, di masa
pemerintahan Romawi tersebut masuk pulalah ke sana sejumlah besar bangsa
Yahudi, kemudian pada abad kelima, bangsa Vandal menyerang semenanjung itu,
sesudah itu pada permulaan abad keenam, bangsa Got menyerangnya pula dan mereka
mengusir bangsa Vandal ke pantai Afrika. Demikianlah negeri-negeri di
semenanjung itu didiami oleh penduduk yang berbeda-beda kebangsaan dan
agamanya. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya permusuhan yang meruncing antara
orang-orang Masehi dan Yahudi, dan seringkali orang Yahudi yang mengalami
kekalahan. Sementara itu perebutan singgasana antara pangeran-pangeran di sana
hampir-hampir tak henti-hentinya, lebih-lebih di masa sebelum terjadinya
serangan kaum Muslimin ke sana. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan kaum
Muslimin memandang ringan terhadap pemerintah dan kekuatan militer di
negeri-negeri itu. Maka timbullah pikiran untuk melancarkan serangan ke daerah
tersebut.[2]
Kemudian
datanglah suatu peluang yang baik untuk melaksanakan pikiran itu, yaitu ketika
Roderik merebut singgasana Spanyol--setelah meninggalnya raja Got Barat
“Witiza”--peristiwa ini menyebabkan putra-putra raja Witiza sangat marah dan
mereka meninggalkan Spanyol pergi ke Afrika, di sana mereka mengadakan
perjanjian persekutuan dengan kaum Muslimin. Begitu juga telah terjadi
perselisihan antara Count Julian[3]
di satu pihak dan Roderik di pihak lain. perselisihan ini kabarnya karena
Roderik mencemarkan kehormatan puteri dari Julian, karena itu Julian ingin
membalas dendam untuk membela kehormatan dan nama baiknya. Julian berusaha
mendorong dan meminta kaum Muslimin untuk menyerbu ke Spanyol.[4]
Permintaan itu dimajukannya kepada Gubernur Islam di Afrika Utara yaitu Musa
bin Nusair. Ia ditunjuk Khalifah al-Walid bin Abdul Malik (al-Walid I) 86 H/705
M, Khalifah keenam Dinasti umayyah, menjadi Gubernur Afrika Utara menggantikan
Hasan.[5]
Demi menantang kezaliman dan membantu keadilan, Gubernur Musa memperkenankan
permintaan itu, atas persetujuan dari Khalifah Walid bin Abdul Malik.[6]
Dalam
proses penaklukan Spanyol terdapat tiga orang pahlawan Islam yang berjasa
memimpin satuan-satuan pasukan ke sana. Mereka adalah Tharif ibnu Malik. Thariq
bin Ziyad dan Musa bin Nushair. Tharif ibnu Malik adalah orang yang pertama
melakukan penyerbukan ke Spanyol dan dia dapat di sebut sebagai perintis dan
penyelidik. Ia menyeberangi selat yang berada di antara Marokko dan benua Eropa
itu dengan satu pasukan perang, lima ratus orang diantaranya adalah tentara
berkuda, mereka menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian. Dalam
penyerbuan itu Tharif mendapat
kemenangan dan kembali ke Afrika Utara membawa harta rampasan yang tidak
sedikit jumlahnya.[7]
Keberhasilan
dan sukses yang diperoleh Tharif ini mendorong Amir Qairawan[8]untuk
melakukan tindakan yang pasti, guna mendapatkan kekuasaan dan stabilitas di
Andalus. Tugas berat ini diserahkannya kepada Thariq bin Ziyad. Maka
berangkatlah Thariq memimpin 7.000 orang tentara yang terdiri dari bangsa
Barbar dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim khalifah Al-Walid. Mereka
menyeberangi selat itu dengan kapal-kapal yang disediakan oleh Julian. Thariq
beserta pasukannya kemudian mendarat dan menempati suatu gunung yang sampai
kini masih dikenal dengan namanya sendiri, yaitu “Jabal Thariq”(Gibraltar).
Disanalah Thariq mempersiapkan satuan-satuannya untuk menyerbu semenanjung
Andalusia yang luas dan makmur itu. Dalam pertempuran di suatu tempat yang
bernama Bakkah,[9]
raja Roderik dapat dikalahkan. Dari situ Thariq dan pasukannya terus
menaklukkan kota-kota penting seperti Cordova, Granada dan Toledo (ibukota
kerajaan Goth saat itu). Sebelum Thariq menaklukkan kota Toledo, ia meminta
tambahan pasukan kepada Musa bin Nushair di Afrika Utara. Musa mengirimkan
tambahan pasukan sebanyak 5000 personel, sehingga jumlah pasukan Thariq
seluruhnya 12.000 orang. Jumlah ini tidak sebanding dengan pasukan Gothik yang
jauh lebih besar yaitu 100.000 orang.[10]
Musa
bin Nushair merasa perlu melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran dengan
maksud membantu perjuangan Thariq. Dengan suatu pasukan yang besar, ia
berangkat menyeberangi selat itu, dan satu persatu kota yang dilewatinya dapat
ditaklukannya. Setelah Musa berhasil menaklukkan kota Sidonia, Karmona, Seville
dan Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan Gothik, ia bergabung dengan
Thariq di Toledo. Selanjutnya, keduanya
berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya,
mulai dari Saragosa sampai Navarre.[11]
Berdasarkan
referensi-referensi yang telah dibaca oleh penulis, bahwa kemenangan-kemenangan
tersebut disebabkan oleh faktor eksternal dan internal yang sangat menguntungkan. Faktor eksternalnya adalah suatu kondisi yang terdapat
di dalam negeri Spanyol. Pada penaklukan Spanyol oleh umat Islam baik dalam bidang
sosial, politik dan ekonomi, negeri ini berada
dalam keadaan yang menyedihkan. Secara politik wilayah Spanyol terkoyak-koyak
dan terbagi ke dalam beberapa negeri kecil. Bersamaan dengan itu penguasa Ghotik bersikap tidak toleran terhadap agama-agama yang
dianut oleh berbagai aliran. Adapun faktor internalnya adalah suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh
penguasa, tokoh-tokoh pejuang dan para prajurit Islam yang terlibat dalam
penaklukan wilayah Spanyol pada khususnya dan lebih penting lagi adalah ajaran
Islam itu sendiri yang ditunjukan oleh tentara Islam yaitu sifat toleransi,
persaudaraan dan tolong menolong. Sikap toleransi dan persaudaraan yang
terdapat dalam pribadi kaum Muslimim menyebabkan penduduk Spanyol menyambut
kehadiran Islam disana.[12]
B.
Perkembangan Politik dan Peradaban
1.
Perkembangan Politik
Sejak
pertama kali menginjakkan kaki di tanah Spanyol hingga jatuhnya kerajaan Islam
terakhir di sana, Islam memainkan peranan yang sangat besar. Masa itu
berlangsung lebih dari tujuh setengah abad. Sejarah panjang yang dilalui umat
islam di Spanyol itu dapat di bagi menjadi beberapa periode:[13]
a)
Periode Pertama (Gerakan Pembebasan)
Periode
pertama ini antara tahun 711-755 M, Andalus diperintah oleh para wali yang
diangkat oleh khalifah bani Umayah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini
stabilitas politik negeri Spanyol belum tercapai secara sempurna, gangguan-gangguan
masih terjadi, baik datang dari dalam maupun dari luar. Gangguan dari dalam
antara lain berupa perselisihan di antara elit penguasa, terutama akibat
perbedaan etnis dan golongan. Adapun gangguan dari luar datang dari sisa-sisa
musuh Islam di Spanyol yang bertempat tinggal di daerah-daerah pegunungan yang
memang tidak pernah tunduk kepada pemerintahan Islam.[14]
b)
Periode Kedua
Periode
ini antara tahun 755-1013 M pada waktu Andalus dikuasai oleh daulah Umayyah II.
Periode ini dibagi dua:[15]
1)
Masa Keamiran
Pada
masa ini, spanyol berada di bawah pemerintahan seorang yang bergelar amir
(panglima atau gubernur) tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam,
yang ketika itu dipegang oleh khalifah Abbasyiah di Baghdad.[16]
Sebagaimana
telah diceritakan dalam sejarah Islam bahwa
pada tahun 750 M kerajaan bani Umayyah dapat direbut oleh bani Abbasyiah.
Naiknya bani Abbasyiah dalam tahta kerajaan diikuti dengan pembunuhan dan
penumpasan terhadap keluarga bani Umayyah, hanya sedikit warganya yang lolos
dari peristiwa tersebut, diantaranya Abd al-Rahman yang dikenal dalam sejarah
Abd al-Rahman al-Dakhil artinya Abd al-Rahman yang lolos dari pembantaian bani
Abbasyiah.[17]
Dengan kecerdikannya, ia dapat mendirikan kerajaan baru di sana, dan menyebabkan
Al-Manshur (pendiri Daulah Abbasiyah) menjadi kagum dan memberinya gelar
“Sakhar Quraisy” (garuda kaum Quraisy).[18]
Masa
keamiran tahun 755-912 M. Masa ini dimulai ketika Abd al-Rahman al-Dakhil,
seorang keturunan bani Umayyah I yang berhasil menyelamatkan diri dari
pembunuhan yang dilakukan bani Abbas di Damaskus, mengambil kekuasaan di
Andalus pada masa Amir Yusuf al-Fihr. Ia kemudian memproklamirkan berdirinya
daulah Umayyah II di Andalus kelanjutan Umayyah I di Damaskus.[19]
2)
Masa Kekhalifahan
Masa
kekhalifahan tahun 912-1013 M, masa ini mencapai puncaknya di bawah kekuasaan
pemerintahan amir kedelapan, ‘Abd al-Rahman III (912-961), orang pertama yang
menyandang gelar Khalifah.[20] Ia menggelari diri dengan khalifah
al-Nashir li Dinillah.[21] Spanyol telah mencapai puncak
kejayaannya di bawah para penguasa daulah Umayyah, Abd al-Rahman III (912-961
M), al-Hakam II (961-976 M). Pada waktu itu, ibukota Cordova menyala bagaikan
cahaya kilau-kemilau di dalam gelapnya daratan Eropa dan dengan Baghdad dan
Konstantinopel dapat diperkerikakan sebagai salah satu daripada tiga pusat
peradaban dunia.[22] Selama periode Umayyah, Cordova di
Spanyol tetap menjadi ibukota dan menikmati periode kemegahan yang tiada
tandingannya, seperti pesaingnya di Irak (Baghdad).[23]
Awal
dari kehancuran khilafah bani Umayyah di Spanyol adalah ketika Hisyam II
(976-1009 M), naik tahta dalam usia sebelas tahun. Oleh karena itu kekuasaan
aktual berada di tangan para pejabat. Pada tahun 981 M, Khalifah menunjuk Ibn
Abi amir sebagai pemegang kekuasaan secara mutlak. Dia seorang yang ambisius
yang berhasil menancapkan kekuasaannya dan melebarkan wilayah kekuasaan Islam
dengan menyingkirkan saingan-saingannya. Atas keberhasilan tersebut, ia
mendapat gelar al-Manshur Billah. Ia wafat pada tahun 1002 M dan digantikan
oleh anaknya al-Muzaffar yang masih dapat mempertahankan keunggulan kerajaan.
Akan tetapi, setelah wafat pada tahun 1008 M, ia digantikan oleh adiknya yang
tidak memiliki kualitas bagi jabatan itu. Dalam beberapa tahun saja, Negara
yang tadinya makmur dilanda kekacauan dan akhirnya kehancuran total.[24]
Pada tahun 1009 M khalifah mengundurkan diri
dan beberapa orang yang dicoba untuk menduduki jabatan itu tidak ada yang
sanggup memperbaiki keadaan. Akhirnya pada tahun 1013 M, Dewan Menteri yang
memerintah Cordova menghapus jabatan Khalifah. Ketika itu, Spanyol sudah
terpecah dalam banyak sekali Negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu.[25]
c)
Periode ketiga
Periode
ketiga ini antara tahun 1013-1492 M, ketika umat Islam Andalus terpecah dan
menjadi kerajaan-kerajaan kecil. Periode ini dibagi menjadi tiga masa:[26]
1)
Masa kerajaan-kerajaan kecil yang sifatnya lokal tahun
1013-1086 M. Pada masa ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh
Negara kecil dibawah pemerintahan raja-raja golongan, masa ini disebut Muluk
al-Thawaif, yang berpusat di suatu kota seperti Seville, Cordova, Toledo
dan sebagainya. Pada masa ini umat Islam Spanyol kembali memasuki masa
pertikaian intern. Ironisnya, kalau terjadi perang saudara, ada di antara
pihak-pihak yang bertikai itu yang meminta bantuan kepada raja-raja Kristen.
Melihat kelemahan dan kekacauan tersebut, orang-orang Kristen mulai mengambil
inisiatif penyerangan. Meskipun kehidupan politik tidak stabil, namun kehidupan
intelektual terus berkembang pada masa ini.[27]
2)
Masa antara tahun 1086-1235 M, pada masa ini, Spanyol
Islam meskipun masih terpecah dalam beberapa Negara, tetapi terdapat satu
kekuatan yang dominan yaitu dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan dinasti
Muwahhidun (1146-1235 M). Dinasti Murabithun pada mulanya adalah sebuah gerakan
agama yang didirikan bangsa Barbar di Afrika Utara dipimpin oleh Yusuf ibn
Tasyfin.[28] Dinasti ini datang ke Andalus mengusir umat Kristen yang menyerang
Sevilla pada tahun 1086 M, tetapi menggabungkan Muluk al-Thawaif ke
dalam dinasti yang dipimpinnya sampai tahun 1143 M, ketika dinasti ini melemah
digantikan oleh dinasti Barbar lain Al-Muwahhidin (1146-1235 M). Dinasti ini
datang ke Andalus dipimpin Abd al-Mu’min. Pada masa putranya Abu ya’kub Yusuf
bin Abd al-Mu’min (1163-1184 M) Andalus mengalami masa kejayaan. Namun
sepeninggal Sultan ini Al-Muwahhidin mengalami kelemahan.[29]
Bersamaan dengan kelemahan yang dialami kaum muslimin, gerakan reconquista
atau pengambilan kembali wilayah-wilayah dari tangan Muslim oleh pasukan
Kristen telah dimulai yaitu ditandai dengan kekalahan kaum Muslimin yang fatal
di pertempuran Las Navas de Tolosa pada tahun 608 H/1212 M.[30]
Kekalahan-kekalahan yang dialami Muwahhidun menyebabkan penguasanya memilih
untuk meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara tahun 1235 M. Dalam
kondisi demikian, umat Islam tidak mampu bertahan dari serangan-serangan
Kristen yang semakin besar. Tahun 1238 M Cordova jatuh ke tangan penguasa
Kristen dan Seville jatuh tahun 1248 M, seluruh Spanyol lepas dari kekuasan
Islam,[31]kecuali Granada yang dikuasai oleh
bani Ahmar sejak tahun 1232 M.[32]
3)
Masa antara tahun 1232-1492, ketika umat Islam Andalus
bertahan di wilayah Granada di bawah kuasa dinasti bani Ahmar. Pendiri dinasti
ini adalah Sultan Muhammad bin Yusuf bergelar al-Nasr, oleh karena itu kerajaan
ini disebut juga Nasriyyah. Kerajaan ini merupakan kerajaan terakhir umat Islam
Andalus yang berkuasa di wilayah antara Almeria dan Gibraltar, pesisir Tenggara
Andalus. Dinasti ini dapat bertahan karena dilingkupi oleh bukit sebagai
pertahanan dan mempunyai hubungan yang dekat dengan negeri Islam Afrika Utara
yang waktu itu di bawah kerajaan Marin. Ditambah lagi Granada tempat
berkumpulnya pelarian dan umat Islam dari wilayah selain Andalus ketika wilayah
itu dikuasai tentara Kristen. Oleh karena itu, dinasti ini pernah mencapai
kemajuan diantaranya membangun istana Al-Hambra. Namun pada dekade terakhir
abad XIV M dinasti ini telah lemah akibat perebutan kekuasaan.[33]
Kesempatan ini dimanfaatkan oleh kerajan Kristen yang telah mempersatukan diri
melalui pernikahan antara Isabella dari Aragon dengan raja Ferdinand dari
Castilla untuk bersama-sama merebut kerajaan Granada. Pada tahun 1487 mereka
dapat merebut Malaga, tahun 1489 menguasai Almeria, tahun 1492 menguasai
Granada. Raja terakhir Granada, Abu Abdullah, melarikan diri ke Afrika Utara.[34]
Gerakan
reconquista terus berlanjut. Tahun 1499 kerajaan Kristen Granada
melakukan pemaksaan terhadap orang Islam untuk memeluk Kristen, buku-buku
tentang Islam dibakar. Tahun 1502 kerajaan Kristen ini mengeluarkan perintah
supaya orang Islam Granada keluar dari negeri itu kalau tidak mau menukar agama
menjadi Kristen. Umat Islam harus memilih antara masuk Kristen atau keluar dari
Andalus sebagai orang terusir. Maka banyak orang Islam yang menyembunyikan
keislamannya melahirkan kekristenannya. Timbul pula
pemberontakan-pemberontakan. Pada tahun 1596 sekali lagi orang Islam Granada
memberontak dibantu oleh kerajaan Ostmaniyah. Antara tahun 1604-1614 kira-kira
setengah juta orang Islam Spanyol pindah ke Afrika Utara. Ini merupakan
perpindahan terakhir umat Islam Spanyol. Sejak saat itu tak ada lagi umat Islam
di Andalus.[35]
Setelah
peristiwa itu, mereka hilang di mata dunia luar dari panggung sejarah pada abad
kesembilan Hijriah/ketujuh belas Masehi, meskipun demikian, pengaruh Islam dan
budayanya masih bisa dirasakan di Spanyol sampai hari ini.[36]
2.
Perkembangan Peradaban
Dalam
masa lebih dari tujuh abad kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam telah
mencapai kejayaan di sana. Banyak prestasi yang mereka peroleh, bahkan
pengaruhnya membawa Eropa, bahkan dunia, kepada kemajuan yang lebih kompleks.
a)
Kemajuan Intelektual
Spanyol adalah negeri yang subur.
Kesuburan itu mendatangkan penghasilan ekonomi yang tinggi dan pada gilirannya
banyak menghasilkan pemikir. Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat
majemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas Arab (Utara dan Selatan),
al-Muwalladun (orang-orang Spanyol yang masuk Islam), Barbar (umat Islam yang
berasal dari Afrika Utara), al-Shaqalibah (penduduk daerah antara
Konstantinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan dijual kepada
penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi, Kristen Muzareb yang
berbudaya Arab, dan Kristen yang masih menentang kehadiran Islam. Semua
komunitas itu, kecuali yang terakhir, memberikan saham intelektual terhadap
terbentuknya lingkungan budaya Andalus yang melahirkan Kebangkitan Ilmiah,
sastra, dan pembangunan fisik di Spanyol.[37]
Di antara bukti bahwa kebudayaan Islam
memasuki Eropa dan mempunyai dampak terhadap kebudayaan-kebudayaan yang muncul
setelahnya ialah karya-karya yang diterjemahkan dari bahasa Arab ke dalam
bahasa Latin, Italia atau Ibrani. Karya-karya tersebut menghiasi
perpustakaan-perpustakaan Eropa. Karya-karya itu juga menjadi bukti sejauh mana
kemajuan ilmu pengetahuan yang dikembangkan kaum Muslimin.[38]
Adapun kemajuan ilmu pengetahuan dan intelektual tersebut diantaranya adalah:
1)
Filsafat
Islam di Spanyol telah mencatat satu
lembaran budaya yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Keagungan pengabdiannya kiranya
terletak pada alam filsafat dengan perannya sebagai jembatan penyeberangan yang
dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-12. Minat terhadap
filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M selama
pemerintahan penguasa Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad ibn Abd al-Rahman
(832-886 M).[39]
Atas inisiatif al-Hakam II (961-976
M), karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor dari Timur dalam jumlah besar,
sehingga Cordova dengan perpustakaan dan universitas-universitasnya mampu
menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia Islam. Apa yang
dilakukan oleh para pemimpin dinasti Bani Umayyah di Spanyol ini merupakan
persiapan untuk melahirkan filosof-filosof besar pada masa sesudahnya.[40]
Ilmu filsafat berkembang di Spanyol
dirintis oleh Bin Masarroh (883-931) dan berkembang pesat sesudah zaman Umayyah
II.[41]
Adapun tokoh-tokoh fisafat di
Spanyol tersebut adalah:
a. Ibnu Bajjah
Tokoh utama pertama dalam sejarah
filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn al-Sayigh yang lebih dikenal
dengan Ibn Bajjah. Dilahirkan di Saragosa, ia pindah ke Sevilla dan Granada. Meninggal karena
keracunan di Fez tahun 1138 M dalam usia yang masih muda. Ibnu Bajjah dikenal
oleh orang Eropa dengan nama Avempace yaitu seorang filosuf, ilmuwan, dokter
dan mahir dalam seni musik. Dia telah menulis beraneka
karya mengenai semua masalah tersebut di atas. Dia adalah seorang pemikir
golongan perguruan Aristoteles dan menekankan bahwa sekira seorang melatih
nalarnya secara sempurna, dia akan sampai kepada kebenaran, meskipun tanpa
bantuan wahyu atau suatu perantaraan luaran lainnya.[42]
Banyak karangannya
dalam beberapa bidang ilmu, salah satu karyanya yang terkenal adalah The
Rule of Solitary.[43] Tetapi
buku Ibnu Bajjah yang sangat berkesan adalah risalah yang berbentuk surat yang
filosofis “Ucapan Selamat Jalan” bagi seorang teman, berjudul Ta’bir
al-Mutawahhid yang membela ahli filsafat terhadap kritik Al-Ghazali. Buku
ini membayangkan jiwa manusia yang mungkin dapat kekal bila padanya terdapat
sifat-sifat yang sempurna.[44]
b. Ibnu Thufail
Tokoh utama kedua adalah Abu
Bakr ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun kecil di sebelah timur
Granada dan wafat pada usia lanjut, tahun 1185 M. Ia banyak menulis masalah kedokteran, astronomi dan
filsafat. Karya filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hayyi ibn Yaqzhan.[45]
Dalam karyanya tersebut, ia menceritakan bahwa bagaimanapun seorang anak yang
waspada itu diasuh dalam suasana alam, jauh dari pergaulan masyarakat, dia akan
menemukan kembali Wujud Zat Yang Maha Kuasa, dengan melatih nalar pembawaannya.
Cerita yang menyegarkan itu
telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada tahun 1671 dan menanam pengaruh
yang berarti pada gambaran bentuk bakat Eropa modern.[46]
c. Ibnu Rusyd
Filosuf yang
terbesar dari semua filosuf abad-abad pertengahan, bagian akhir
abad ke-12 M menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar
di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Ibn Rusyd dari Cordova. Ia lahir
tahun 1126 M dan meninggal tahun 1198 M di Markesh (Marokko).[47]
Ia lebih dikenal oleh orang Eropa dengan nama Averroes. Ciri khasnya adalah
kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatian dalam
menggeluti masalah-masalah menahun tentang keserasian filsafat dan agama. Dia
juga ahli fikih dengan karyanya Bidayah al- Mujtahid.[48]
Selain itu, bukunya yang terpenting adalah “Tahafut al-Tahafut”, yang merupakan
jawaban atas kitab Al-Gazali.[49]
Di samping
dikenal sebagai ahli filsafat ia juga seorang astronomi, dokter dan komentator
atas filsafat Aristoteles, sehingga Para
cendikiawan Eropa menyebutnya “Seorang
Komentator”, seperti halnya menyebut Aristoteles “Sang Guru”.[50]
Sumbangan Ibnu Rusyd yang terbesar kepada kedokteran adalah karangannya yang
berupa ensklopedia, Al-Kulliyaat fit Thibbi (pokok-pokok Umum dalam Ilmu
Kedokteran; General Principle of Medicine). Dalam buku ini ia mengatakan, bahwa
tidak ada manusia yang mendapatkan penyakit cacar dua kali, di samping
menjelaskan fungsi retina.[51]
2)
Sains
IImu-ilmu kedokteran, matematika,
astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang dengan baik. Dalam bidang kedokteran Andalusia juga mencapai
kejayaannya. Cordova sebagai salah satu pusat aktivitas medis telah melahirkan
beberapa ilmuwan terkemuka. Di antara ilmuwan yang banyak jasanya terhadap
perkembangan ilmu medis Islam ialah Ibnu Rusyd yang menghasilkan karya besar
kitab Al-Kulliyaat fit Thibbi, suatu kitab referensi yang dipakai selama
berabad-abad di Eropa.[52]
Abul Qasim Khalaf bin Abbas al-Zahrawi (Abulcasis of the West), lahir di
al-Zahra dekat Cordova pada tahun 936 dan meninggal sekitar tahun 1013.
Karyanya yang terpenting adalah ensklopedia kedokteran. Tokoh lain di bidang
kedokteran pada abad kesebelas adalah Ibnu Wafid (Abn Guefit) yang terkenal
karena jasanya dalam memperkembangkan metode rasional di dalam perawatan
berdasarkan ukuran diet atau pengaturan makanan.[53]
Di samping itu ada juga tokoh lain yaitu Umm al-Hasan binti Abi Ja'far dan saudara perempuan
al-Hafidz, merupakan dua orang ahli kedokteran dari
kalangan wanita.[54]
Dalam bidang obat-obatan dikenal nama-nama seperti Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad al-Ghafiqi
(wafat 1165), dengan karyanya al-Adawiyah al-Mufradah (uraian tentang
berbagai macam obat) dan Abu Zakaria Yahya bin Awwam dengan karyanya yang
berjudul al-Filahat (uraian tentang berbagai macam obat). Ahmad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang
obat-obatan.[55]
Dalam bidang
astronomi, bangsa Arab di Spanyol mengembangkannya dengan mengikutsertakan
pengetahuan muslimin di Timur, hingga timbullah pembaharuan dari system Aristoteles. Dengan demikian, muncullah astronom-astronom
Muslim yang terkenal seperti Abul Qasim Maslama bin Ahmad al-Farabi al-Hasib al-Majrithi
seorang astronom yang juga ahli hitung, kedokteran dan kimia, dari Cordova,
yang meninggal sekitar tahun 1007 dan meninggalkan banyak karya, diantaranya Ta’diel
Al-Kawakib. Sedangkan astronom sesudahnya adalah Al-Zarqali, lengkapnya
Ibrahim Ibnu Al-Zarqali (1029-1087) dari Toledo, ia juga ahli nujum terkenal
pada masanya, Ibnu Aflah dari Sevilla, dan Nuruddin Abu Ishaq Al-Batruji
(Al-Petragius), murid Ibnu Thufail, yang termasyhur lewat bukunya Al-Hai’ah yang
mengungkapkan teori-teori baru mengenai perjalanan bintang.[56]Abbas ibn Famas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ialah orang
pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu. Ibrahim ibn Yahya al-Naqqash
terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan waktu terjadinya gerhana
matahari dan menentukan berapa lamanya. Ia juga berhasil membuat teropong
modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang.[57]
Dalam bidang sejarah, sejarawan pertama Andalus Ibnu Hayyan (wafat
1076), sedang sejarawan terkenal adalah Ibnu Khaldun (1332-1406) dengan karyanya Muqadimah. Meskipun
ia lahir di Tunis, tetapi nenek moyangnya lama menetap di Sevilla. Ia sendiri
pernah tinggal di Granada.[58]
Dalam bidang geografi, dari
Andalusia muncul nama-nama yang cemerlang seperti Ibnu Abdul Aziz al-Bahri (wafat 1094) dengan karyanya al-Masalik
al-Mamalik (tentang geografi), al-Idrisi (1100-1166) dan Muhammad al-Mazini
(1080-1170), seorang ahli geografi yang terkenal.[59] wilayah Islam bagian barat juga melahirkan banyak pemikir
terkenal, seperti Abul Husain Muhammad bin Ahmad al-Kinani bin Jubair dari
Valencia (1145-1228 M) dengan karyanya Rihlah (suatu perjalanan), ia
juga menulis tentang negeri-negeri Muslim Mediterania dan Sicilia dan Ibn
Batuthah dari Tangier (1304-1377 M) mencapai Samudera Pasai dan Cina. Ibn
al-Khatib (1317-1374 M) menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn Khaldun dari
Tunis adalah perumus filsafat sejarah. Semua sejarawan di atas bertempat
tinggal di Spanyol, yang kemudian pindah ke Afrika. Itulah sebagian nama-nama
besar dalam bidang sains.[60]
3)
Fikih, Tafsir, Hadis dan Tasawuf
Dalam bidang fikih, Spanyol Islam
dikenal sebagai penganut mazhab Maliki, yang memperkenalkan mazhab ini di sana adalah Ziad ibn
Abd al-Rahman. Perkembangan selanjutnya ditentukan oleh Ibn Yahya yang menjadi
Qadhi pada masa Hisyam Ibn Abd al-Rahman.[61]
Ahli-ahli Fikih lainnya diantaranya adalah Abu Bakr ibn al-Quthiyah, Ibnu Hazm
yang menulis kitab al-Muhalla (tentang fikih) dan al-Ihkam fi
Usul Alahkam (tentang usul fikih), Munzir bin Sa'id al-Baluthi (wafat
355 H) yang pernah menjadi hakim agung di masa pemerintahan Abd al-Rahman III,
dan Ibnu Rusyd dengan kitabnya Bidayatah al-Mujtahid (permulaan bagi seorang
mujtahid).[62]
Dalam bidang
tafsir Alquran, Andalusia
melahirkan nama-nama, antara lain Ibnu Atiah (wafat 546 H) dan al-Qurtubi (wafat 671 H). Dua Mufassir (ahli tafsir) ini
menggunakan metode penulisan at-Tabari yang dikenal dengan Tafsir bi al-Ma’tsur.
Dalam bidang
hadis, terdapat para pakar seperti Ibnu Waddah bin Abdul Barr, al-Qadi bin Yahya al-Laisi, Abdul Walid
al-Baji, Abdul Walid bin Rusyd dan Abu Asim yang menulis kitab at-Tuhfah (persembahan).
Dalam bidang
tasawuf, Andalusia memilki nama-nama seperti Muhyidin Ibnu Arabi al-Andalusi, lahir pada tahun
1165 di Murcie dan meninggal pada tahun 1240 di Damaskus,[63]
ia seorang Sufi ternama yang banyak menghasilkan karya tulis antara lain al-Futuhat
al-Makiyyah (Penaklukan Mekkah) dan terkenal dengan paham Wahdatul Wujud
(kesatuan wujud).[64]
Di kalangan Sufi ia dikenal sebagai
Syaikh al-Akbar (Sang Guru Besar), ia seorang filosuf Sufi
terbesar, berpengaruh di dunia Muslim dengan perantaraan filsafatnya yang
berbau mistik, yang paling umum pada zaman pertengahan dan masih tetap menjadi
faktor hayati di antara para Pirs (pertapa) dan Syaikh tariqat
mistik.[65]
4)
Musik dan
Kesenian
Dalam bidang musik dan suara,
Spanyol Islam mencapai kecemerlangan dengan tokohnya al-Hasan Ibn Nafi yang dijuluki
Zaryab.[66]
Setiap kali diselenggarakan pertemuan dan jamuan, Zaryab selalu tampil mempertunjukkan kebolehannya.
Ia juga terkenal sebagai penggubah lagu. Ilmu yang dimiliknya itu diturunkan
kepada anak-anaknya baik pria maupun wanita, dan juga kepada budak-budak,
sehingga kemasyhurannya tersebar luas.[67]
5)
Bahasa dan
Sastra
Bahasa Arab telah menjadi bahasa administrasi
dalam pemerintahan Islam di Spanyol. Hal itu dapat diterima oleh orang-orang Islam dan
non-Islam. Bahkan, penduduk asli Spanyol menomorduakan bahasa asli mereka.
Mereka juga banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab, baik keterampilan
berbicara maupun tata bahasa. Mereka itu antara lain: Ibn Sayyidih, Ibn Malik
pengarang Alfiyah, Ibn Khuruf, Ibn al-Hajj, Abu Ali al-Isybili, Abu
al-Hasan Ibn Usfur, dan Abu Hayyan al-Ghamathi. Seiring dengan kemajuan bahasa
itu, karya-karya sastra bermunculan, seperti Al-'Iqd al-Farid
karya Ibn Abd Rabbih, al-Dzakhirahji Mahasin Ahl al-Jazirah
oleh Ibn Bassam, Kitab al-Qalaid buah karya al-Fath ibn Khaqan,
dan banyak lagi yang lain.[68]
Sejalan dengan perkembangan bahasa Arab, berkembang
pula kesusastraan Arab yang dalam arti sempit, disebut adab, baik dalam bentuk
puisi maupun prosa. Di antara jenis prosa adalah khithabnah, tarrasul,
maupun karya fiksi lainnya.
Menurut Amer Ali ”Orang –arang Arab Andalusia adalah
penyair-penyair alam”. Mereka menemukan bermacam jenis puisi, yang kemudian dicontoh oleh
orang-orang Kristen di Eropa selatan.
b) Kemegahan Pembangunan Fisik
Aspek-aspek
pembangunan fisik yang mendapat perhatian ummat Islam di Andalusia sangat banyak, diantaranya:
a. Pembangunan Masjid, Istana, Perkotaan, Pertamanan dan Pemandian Umum.
Pembangunan-pembangunan
fisik yang paling menonjol adalah pembangunan gedung-gedung, seperti
pembangunan kota, istana, masjid, pemukiman, dan taman-taman. Diantara
pembangunan yang megah adalah masjid Cordova, kota al-Zahra, Istana Ja'fariyah
di Saragosa, tembok Toledo, istana al-Makmun, masjid Seville, dan istana al-Hambra di Granada.[69]
Cordova
adalah ibu kota Spanyol sebelum Islam, yang kemudian diambil alih oleh Bani
Umayyah. Oleh penguasa muslim, kota ini dibangun dan diperindah. Jembatan besar
dibangun di atas sungai yang mengalir di tengah kota. Taman-taman dibangun
untuk menghiasi ibu kota Spanyol Islam itu. Pohon-pohon dan bunga-bunga diimpor
dari Timur. Di seputar ibu kota berdiri istana-istana yang megah yang semakin
mempercantik pemandangan, setiap istana dan taman diberi nama tersendiri dan di
puncaknya terpancang istana Damsik. Diantara kebanggaan kota Cordova lainnya
adalah masjid Cordova. Menurut ibn al-Dala'i, terdapat 491 masjid di sana. Disamping
itu, ciri khusus kota-kota Islam adalah adanya tempat-tempat pemandian. Di
Cordova saja terdapat sekitar 900 pemandian. Di sekitarnya berdiri
perkampungan-perkampungan yang indah. Karena air sungai tak dapat diminum,
penguasa muslim mendirikan saluran air dari pegunungan yang panjangnya 80 Km.[70]
Granada
adalah tempat pertahanan terakhir ummat Islam di Spanyol. Di sana berkumpul
sisa-sisa kekuatan Arab dan pemikir Islam. Posisi Cordova diambil alih oleh
Granada di masa-masa akhir kekuasaan Islam di Spanyol. Arsitektur-arsitektur
bangunannya terkenal di seluruh Eropa. Istana al-Hambra yang indah dan megah adalah pusat dan puncak
ketinggian arsitektur Spanyol Islam. Istana itu dikelilingi taman-taman yang
tidak kalah indahnya. Kisah tentang kemajuan pembangunan fisik ini masih bisa
diperpanjang dengan kota, istana al-Gazar, menara Girilda dan lain-lain.[71] Pada abad sepuluh, khalifah juga membangun
sebuah kota kerajaan yakni Madinat al-Zahrah, sebuah kota yang dihiasi
dengan berbagai istana, pancuran air, pertamanan yang megah menandingi
keindahan komplek istana Baghdad.[72]
b. Pembangunan Pertanian (tebu, tembakau dan lain-lain), Irigasi, Industri, Perkapalan
dan Perluasan Perdagangan.
Beberapa perkembangan baru yang
didukung oleh kemakmuran ekonomi pada abad kesembilan dan kesepuluh yaitu
perkenalan dengan pertanian irigasi yang didasarkan pada pola-pola negeri Timur
mengantarkan pada pembudidayaan sejumlah tanaman pertanian yang dapat
diperjualkanbelikan, meliputi buah ceri, buah apel, buah delima, ponoh ara,
buah kurma, tebu, kapas dan lain-lain. Tipe irigasi yang digunakan yaitu tipe
irigasi Damaskus (membagi pengairan kepada setiap petani sesuai ukuran tanah
mereka masing-masing), tipe irigasi Yamani (membagikan air berdasarkan batas
waktu pengaliran tertentu) yang diterapkan di wilayah oasis.[73]
Dalam perdagangan,
jalan-jalan dan pasar-pasar dibangun. Bidang pertanian demikian juga. Sistem
irigasi baru diperkenalkan kepada masyarakat Spanyol yang tidak mengenal
sebelumnya. Dam-dam, kanal-kanal, saluran sekunder, tersier, dan jembatan-jembatan
air didirikan.
Orang-orang
Arab memperkenalkan pengaturan hidrolik untuk tujuan irigasi. Kalau dam digunakan untuk
mengecek curah air, waduk (kolam) dibuat untuk konservasi (penyimpanan air).
Pengaturan hidrolik itu dibangun
dengan memperkenalkan roda air (water wheel) asal Persia yang dinamakan naurah
(Spanyol: Noria). Disamping itu, orang-orang Islam juga memperkenalkan
pertanian padi, perkebunan jeruk, kebun-kebun dan taman-taman. Industri,
disamping pertanian dan perdagangan, juga merupakan tulang punggung ekonomi Spanyol Islam.
Diantaranya adalah tekstil, kayu, kulit, logam, dan industri barang-barang
tembikar. [74] Pada saat yang sama, Spanyol memasuki fase
perdagangan yang cerah lantaran hancurnya penguasaan armada Bizantium terhadap
wilayah barat Laut Tengah. Beberapa kota seperti Seville dan Cordova mengalami
kemakmuran lantaran melimpahnya produksi pertanian dan perdagangan
internasional.[75]
c) Faktor-faktor Pendukung
Kemajuan
Spanyol
Islam, kemajuannya sangat ditentukan oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat
dan berwibawa, yang mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan umat Islam, seperti
Abd al-Rahman al-Dakhil, Abd al-Rahman al-Wasith dan Abd al-Rahman al-Nashir.
Keberhasilan politik pemimpin-pemimpin tersebut ditunjang oleh kebijaksanaan
penguasa-penguasa lainnya yang memelopori kegiatan-kegiatan ilmiah yang
terpenting diantara penguasa dinasti Umayyah di Spanyol dalam hal ini adalah
Muhammad ibn Abd al-Rahman (852-886) dan al-Hakam II al-Muntashir (961-976).[76]
Toleransi
beragama ditegakkan oleh para penguasa terhadap penganut agama Kristen dan
Yahudi, sehingga mereka ikut berpartisipasi mewujudkan peradaban Arab Islam di
Spanyol. Untuk orang-orang Kristen, sebagaimana juga orang-orang Yahudi,
disediakan hakim khusus yang menangani masalah sesuai dengan ajaran agama mereka
masing-masing. Perpecahan politik
pada masa Muluk al- Thawa'if dan sesudahnya tidak
menyebabkan mundurnya peradaban. Masa itu, bahkan merupakan puncak kemajuan
ilmu pengetahuan, kesenian, dan kebudayaan Spanyol Islam. Setiap dinasti (raja)
di Malaga, Toledo, Sevilla, Granada, dan lain-lain berusaha menyaingi Cordova.
Kalau sebelumnya Cordova merupakan satu-satunya pusat ilmu dan peradaban Islam
di Spanyol, Muluk al Thawa'if berhasil mendirikan
pusat-pusat peradaban baru yang diantaranya justru lebih maju.[77]
C.
Penyebab Kemunduran dan Runtuhnya Daulat Umayyah II
1.
Penyebab Kemunduran
Islam di Andalusia adalah: [78]
a.
Konflik Islam dengan Kristen
Para
penguasa Islam tidak melakukan Islamisasi secara sempurna bahkan kehadiran Arab
Islam telah memperkuat rasa kebangsaan orang-orang Kristen Spanyol dan
menyebabkan kehidupan Negara Islam di Spanyol tidak pernah berhenti dari
pertentangan antara Islam dengan Kristen. Pada abad ke-11 M umat Kristen
memperoleh kemajuan pesat sementara umat Islam sedang mengalami kemunduran.
b.
Tidak Adanya Ideologi Pemersatu
Di
tempat-tempat lain para muallaf diperlakukan sebagai orang Islam yang sederajat
sedangkan di Spanyol orang Arab tidak pernah menerima orang-orang pribumi. Hal
itu menunjukan tidak adanya ideologi yang dapat memberi makna persatuan, di
samping itu kurangnya figure yang dapat menjadi personifikasi ideologi.
c.
Kesulitan Ekonomi
Para
penguasa membangun kota dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat serius
sehingga lalai membina perekonomian. Akibatnya timbul masalah kesulitan ekonomi
yang mempengaruhi kondisi politik dan militer.
d.
Sistem Peralihan Kekuasaan Yang Tidak Jelas
Hal ini
menyebabkan perebutan kekuasan diantara ahli waris, karena inilah kekuasaan
Bani Umayyah runtuh dan Al-Muluk Al-Thawaif muncul. Granada yang merupakan pusat kekuasaan
terakhir Islam Spanyol jatuh ke tangan Ferdinand dan Isabella juga disebabkan
oleh masalah ini.
e.
Keterpencilan
Islam
Spanyol terpencil dari dunia Islam lainnya. Ia selalu berjuang sendirian tanpa
bantuan kecuali dari Afrika Utara. Dengan demikian tidak ada kekuatan alternatif yang mampu membendung kebangkitan
Kristen di sana.
2.
Runtuhnya Daulat
Umayyah II di Andalusia disebabkan:[79]
1.
Lemahnya Kekuasaan Bani Umayyah II dan
Bangkitnya Kerajaan-Kerajaan Kecil di Andalusia.
Menurut
data sejarah, pada saat itu kerajaan Islam di Spanyol terpecah-pecah menjadi
kerajaan kecil. Sepeninggal dinasti Umayyah, kerajaan di Spanyol menjadi 20
wilayah kerajaan kecil. Kerajaan-kerajaan itu antara lain bani Ibad di Seville,
bani Hamud di Malaga, bani Zirry di Granada, bani Hud di Saragosa, dan yang
terkenal adalah bani Dzin Nun yang menguasai kota Toledo, Valensia, dan Marusa.
Raja-raja kecil ini sering berebut kekuasaan, yang satu menghantam yang lain, sehingga kekuatan mereka menjadi lemah, sedangkan pada saat yang sama, raja-raja Eropa bersatu. Raja Al-Fonso VI dan Leon mengadakan kerjasama dengan Australia, Castilia dan raja-raja lainnya. Mereka bersatu menghimpun kekuatan untuk menghancurkan kekuatan Islam di Spanyol. Kekuatan baru inilah yang dapat menaklukkan kota Granada pada tahun 898 H / 1492 M.
Raja-raja kecil ini sering berebut kekuasaan, yang satu menghantam yang lain, sehingga kekuatan mereka menjadi lemah, sedangkan pada saat yang sama, raja-raja Eropa bersatu. Raja Al-Fonso VI dan Leon mengadakan kerjasama dengan Australia, Castilia dan raja-raja lainnya. Mereka bersatu menghimpun kekuatan untuk menghancurkan kekuatan Islam di Spanyol. Kekuatan baru inilah yang dapat menaklukkan kota Granada pada tahun 898 H / 1492 M.
Dengan
jatuhnya kota Granada, berakhirlah kekuasaan Islam Arab pada masa itu di
Andalusia, setelah mereka menguasai negeri itu selama delapan abad.
2.
Timbulnya Semangat Orang-Orang Eropa Untuk
Menguasai Kembali Andalusia.
Kekuatan
Islam berlangsung dalam waktu yang cukup lama, dan selama itu pula orang-orang
Eropa mulai menyusun kekuatannya untuk menghancurkan Islam. Pada saat kekuasaan
Islam mulai melemah, mereka segera menyusun kekuatan baru yang luar biasa.
Serangan demi seranganpun dilancarkan terhadap kekuasaan Islam, tetapi pada mulanya
masih dapat digagalkan.
Pada
masa pemerintahan Bani Ahmar (1232- 1492), khususnya pada masa pemerintahan Abd
al-Rahman Al-Nasir, kekuatan umat Islam dapat dipulihkan kembali. Akan tetapi
menjelang akhir hayatnya, ia mewariskan kekuasaan itu kepada adik kandungnya.
Akibatnya Abu Abdullah Muhammad sebagai anaknya merasa kecewa, dan menuntut
balas terhadap ayahnya. Dia mengadakan pemberontakan yang menewaskan sang ayah,
tetapi kursi kerajaan tetap pada pamannya. Abu Abdullah kembali menyusun
rencana pemberontakan dengan meminta bantuan penguasa Kristen Ferdinand dan
Isabella. Permintaan itu dikabulkan dan pamannya tewas terbunuh. Setelah itu,
segudang hadiah yang terdiri dari emas berlian, diserahkan kepada Ferdinand dan
Isabella.
Tetapi
para penguasa Kristen itu, tidak merasa puas dengan hadiah. Bahkan mereka ingin
merebut kekuasaan Abu Abdullah dan mengenyahkan kekuasaan Islam dari tanah
Spanyol. Rencana penyerangan pun disusun, dan pada saat pasukan Abu Abdullah
dikepung selama beberapa hari, akhirnya Abu Abdullah menyerah tanpa syarat dan
bersedia hengkang dari bumi Spanyol pada tahun 1492 M. Dengan demikian,
tamatlah sudah riwayat perjuangan umat Islam di Andalusia. Pada saat yang
bersamaan, penguasa Eropa Kristen dengan leluasa menancapkan kakinya di bumi
Andalusia setelah selama delapan abad berada di tangan kaum Muslim.[80]
D.
Pengaruh Peradaban Islam Terhadap Renaissance Eropa
Kemajuan
Eropa hingga saat ini yang terus berkembang banyak dipengaruhi oleh khazanah
ilmu pengetahuan islam yang berkembang di periode klasik. Pengaruh peradaban
Islam termasuk di dalamnya pemikiran Ibnu Rusyd ke Eropa berawal dari banyaknya
pemuda-pemuda Kristen yang belajar di Universitas-universitas Islam di Spanyol
seperti Universitas Cordova, Seville, Malaga, Granada dan Samalanca. Selama
belajar di Spanyol mereka aktif menerjemahkan buku-buku karya ilmuan muslim.
Pusat penerjemahan itu adalah Toledo. Setelah pulang ke negerinya mereka mendirikan sekolah dan
Universitas yang sama. Universitas yang pertama di Eropa adalah Universitas
paris yang didirikan pada tahun 1231 M.
Pengaruh ilmu pengetahuan islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke-12 M itu menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (Renaissance) pusaka Yunani di Eropa pada abad ke-14 M. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah melalui terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Latin.[81]
Pengaruh ilmu pengetahuan islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke-12 M itu menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (Renaissance) pusaka Yunani di Eropa pada abad ke-14 M. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah melalui terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Latin.[81]
Walaupun
akhirnya Islam diusir dari Spanyol dengan cara yang sangat kejam, tetapi ia
telah membidani gerakan-gerakan penting di Eropa. Gerakan itu adalah
kebangkitan kembali kebudayaan Yunani klasik (Renaissance) pada abad ke-14 M
yang bermula di Italia. Gerakan reformasi pada abad ke-16 M, Rasionalisme pada
abad ke-17 M dan pencerahan (Aufklaerung) pada abad ke-18 M.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan secara komprehensif, maka penulis akan menarik beberapa simpulan
dan analisis yang terkait dengan rumusan masalah tersebut.
1.
Awal proses masuknya Islam di Andalusia adalah diawali
dengan penyerbuan pasukan Islam Afrika Utara yang dipimpin oleh Tharif Ibnu
Malik, orang kepercayaan Musa ibn Nusair, gubernur terkemuka di Afrika Utara
pada periode Umayyah. Keberhasilan dan sukses yang diperoleh Tharif ini
mendorong Amir Qairawan[1]untuk
melakukan tindakan yang pasti, guna mendapatkan kekuasaan dan stabilitas di
Andalus. Tugas berat ini diserahkannya kepada Thariq bin Ziyad. Maka
berangkatlah Thariq beserta pasukannya, kemudian mereka mendarat dan menempati
suatu gunung yang sampai kini masih dikenal dengan namanya sendiri, yaitu
“Jabal Thariq”(Gibraltar). Disanalah Thariq mempersiapkan satuan-satuannya
untuk menyerbu semenanjung Andalusia yang luas dan makmur itu. Setelah itu
berkembanglah Islam di sana selama lebih dari tujuh abad.
2. Perkembangan
politik Islam di Andalusia terbagi menjadi beberapa periode yaitu:
a)
Periode Pertama (Gerakan Pembebasan) tahun 711-755 M,
Andalus diperintah oleh para wali yang diangkat oleh khalifah bani Umayah yang
berpusat di Damaskus.
b)
Periode Kedua tahun 755-1013 M pada waktu Andalus dikuasai oleh daulah Umayyah II. Periode ini
dibagi dua.
1)
Masa Keamiran (755-912 M). Masa ini dimulai ketika Abd
al-Rahman al-Dakhil, seorang keturunan bani Umayyah I yang berhasil
menyelamatkan diri dari pembunuhan yang dilakukan bani Abbas di Damaskus, ia mengambil
kekuasaan di Andalus pada masa Amir Yusuf al-Fihr, kemudian memproklamirkan
berdirinya daulah Umayyah II di Andalus kelanjutan Umayyah I di Damaskus.
2)
Masa Kekhalifahan (912-1013 M), masa ini mencapai
puncaknya di bawah kekuasaan pemerintahan amir kedelapan, ‘Abd al-Rahman III
(912-961), orang pertama yang menyandang gelar Khalifah. Awal dari kehancuran
khilafah bani Umayyah di Spanyol adalah ketika Hisyam II (976-1009 M), naik
tahta dalam usia sebelas tahun, dan kekuasaan aktual berada di tangan para
pejabat.
Adapun
di bidang peradaban Andalusia mengalami kemajuan antara lain:
1)
Kemajuan ilmu pengetahuan dan intelektual seperti filsafat, sains, fikih, tafsir, hadis, tasawuf, musik, kesenian, bahasa dan Sastra
2) Kemegahan Pembangunan Fisik diantaranya:
a. Pembangunan Masjid, Istana, Perkotaan, Pertamanan dan Pemandian Umum.
b. Pembangunan Pertanian (tebu, tembakau dan lain-lain), Irigasi, Industri,
Perkapalan dan Perluasan Perdagangan.
3. Penyebab Kemunduran Islam di Andalusia adalah:
a.
Konflik Islam dengan Kristen.
b.
Tidak Adanya Ideologi Pemersatu
c.
Kesulitan Ekonomi
d.
Sistem Peralihan Kekuasaan Yang Tidak Jelas
e.
Keterpencilan
Adapun penyebab runtuhnya Daulat Umayyah II di Andalusia disebabkan:
1.
Lemahnya Kekuasaan Bani Umayyah II dan
Bangkitnya Kerajaan-Kerajaan Kecil di Andalusia.
2.
Timbulnya Semangat Orang-Orang Eropa Untuk
Menguasai Kembali Andalusia.
4.
Adapun pengaruh peradaban Islam terhadap kemajuan Eropa hingga saat ini yang
terus berkembang banyak dipengaruhi oleh khazanah ilmu pengetahuan islam yang
berkembang di periode klasik, termasuk di dalamnya pemikiran Ibnu Rusyd. Pengaruh ilmu pengetahuan islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak
abad ke-12 M itu menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (Renaissance) pusaka
Yunani di Eropa pada abad ke-14 M. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali
ini adalah melalui terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari kemudian
diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Latin.
B. Saran
Sebagaimana telah diketahui, penulis
hanyalah seorang manusia biasa yang penuh dengan kekurangan, keterbatasan dan
kedhaifan dalam pengetahuan dan wawasan di berbagai disiplin ilmu, lebih-lebih
ilmu yang membahas masalah Sejarah
Peradaban Islam. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritikan, masukan dan saran dari dosen pembina pada mata kuliah ini yaitu
ayahnda Drs. H. Abu Bakar HM, M.Ag, dan juga dari teman-teman dan para pembaca
yang budiman, jikalau dalam makalah kami ini banyak terdapat kekeliruan,
kesalahan dan sesuatu yang menyimpang dari yang sebenarnya, karena hanya inilah
kemampuan dan pengetahuan kami dalam menyajikan makalah yang sangat sederhana
ini yang telah diembankan dan diamanatkan kepada kami.
Akhir kata, penulis memohon dan mengharap
kepada Allah SWT. mudah-mudahan saja makalah ini bisa berguna dan dapat memberi
manfaat bagi kita semua, terutama bagi penulis sendiri. amin.
[1]Jazirah ini dulunya
bernama Lberia, yaitu dihubungkan dengan
bangsa Lberia yang merupakan penduduk tertua di semenanjung itu. Setelah bangsa
Romawi berkuasa di sana
pada abad yang kedua, mereka menamainya
“Asbania”, yang berarti “Pantai Marmot”. Boleh jadi asal nama ini, karena
orang-orang Punisia ketika singgah di beberapa tempat di pantai itu menampak
kawanan-kawanan marmot. Lalu mereka namakanlah pantai itu “Asbania”. Kemudian
oleh bangsa Romawi dipakailah kata “Asbania” itu sebagai nama bagi seluruh
semenanjung itu. Sesudah bangsa Romawi, bagian selatan semenanjung itu pernah takluk kepada suku-suku bangsa
Vandal, sehingga bagian tersebut dinamai “Vandalisia” menurut nama-nama suku
itu. Ketika kaum Muslimin sampai kesana mereka menamakan daerah itu
(semenanjung itu) dengan nama Al-“Andalus”, terambil dari kata Vandalisia itu.
Lihat Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka
Al-Husna Zikra, 1997, h. 156. Lihat juga Fuad Moch. Fachruddin, Perkembangan
Kebudayaan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, Tth, h. 197.
[2] Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam,
Cet. Kedua, Jilid 2, Jakarta: Pustaka Al-Husna Zikra, 1997, h. 157
[3]Gubernur Septah
(Ceuta) atas nama bagsa Got, yang terletak di pantai Afrika, memanjang dari
laut kearah utara.
[6]Zainal Abidin
Ahmad, Sejarah Islam dan Umatnya
Sampai Sekarang (Perkembangannya dari Zaman ke Zaman), Jakarta: Bulan
Bintang, h. 96.
[7]Ahmad Syalabi, Sejarah
dan Kebudayaan Islam...h. 158. Lihat juga Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Cet.
Keempat Belas, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003, h. 88-89.
[9]Nama sebuah lembah, menurut suatu pendapat
lembah itu bernama “Lakkah” (wadil Lakkah atau Goddelete) sebuah sungai di
Andalusia, bermuara ke Samudera Atlantik. Lihat Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Cet. Kedua,
Jilid 2, Jakarta: Pustaka Al-Husna Zikra, 1997, h. 160.
[10]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Cet.
Keempat Belas, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003, h. 89.
[12]Http://Mahasiswa Pinggiran. Blogspot. Com/2009/11/Islam-Di-Spanyol dan-pengaruhnya. html online 9 Okt 2010. Lihat juga Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Cet.
Keempat Belas, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003, h. 91-93.
[15]Musyrifah Sunanto, Sejarah
Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, Cet. Ketiga, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2007, h. 119.
[17]M. Yusran Asmuni, Pengantar
Studi Sejarah Kebudayan Islam dan Pemikiran (Dirasah Islamiyah II), Cet.
Ketiga, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1998, h.14.
[19]Musyrifah Sunanto, Sejarah
Islam..., h. 119.
[20]Philip K. Hitti, History
of the Arabs, Pent. R. Cecep Lukman Yasin, dkk, Jakarta: PT Serambi Ilmu
Semesta, 2008, h. 648.
[22]Amir Hasan Siddiqi,
Studies in Islamic History, Pent. M.J. Irawan, Bandung: Al-Ma’arif,
1997, h. 87. Lihat juga Fuad
Moch. Fachruddin, Perkembangan Kebudayaan Islam, Jakarta: Bulan Bintang,
Tth, h. 204.
[29]Musyrifah Sunanto, Sejarah
Islam..., h. 121.
[30]Seyyed Hossein
Nasr, Islam; Agama, Sejarah dan Peradaban, Pent. Koes Adiwidjajanto,
dari judul asli, Islam; Religion, History and Civilization, Surabaya:
Risalah Gusti, 2003, h. 146.
[31]Badri Yatim, Sejarah
Peradaban..., h. 99.
[37] http://www.cybermq.com/pustaka/detail//158/kemajuan-peradaban online 9 okt 2010. Lihat juga
Badri
Yatim, Sejarah Peradaban..., h. 100-101.
[38]Abdul Mun’im Majid, Sejarah
Kebudayaan Islam, Pent. Ahmad Rofi’ Usmani, dari judul asli, Tarikh
al-Hadrharah al-Islamiyah: Fi al-Ushur al-Wustha, Bandung: Pustaka, 1997,
h. 185.
[39]Badri Yatim, Sejarah
Peradaban..., h. 101.
[43]Musyrifah Sunanto, Sejarah
Islam..., h. 127.
[44]Fuad Moch.
Fachruddin, Perkembangan Kebudayaan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, Tth,
h. 216.
[45]Badri Yatim, Sejarah
Peradaban..., h. 101.
[47]Badri Yatim, Sejarah
Peradaban..., h. 102. Lihat juga Fuad
Moch. Fachruddin, Perkembangan Kebudayaan Islam, Jakarta: Bulan Bintang,
Tth, h. 217.
[49]Fuad Moch.
Fachruddin, Perkembangan..., h. 217.
[51]Fuad Moch.
Fachruddin, Perkembangan..., h. 217. Lihat juga Amir Hasan Siddiqi, Studies
in..., h. 93.
[53]Fuad Moch.
Fachruddin, Perkembangan..., h. 215.
[54]Badri Yatim, Sejarah
Peradaban..., h. 102.
[56]Fuad Moch.
Fachruddin, Perkembangan..., h. 215.
[57]Badri Yatim, Sejarah
Peradaban..., h. 102.
[58]Musyrifah Sunanto, Sejarah
Islam..., h. 127.
[60]Badri Yatim, Sejarah
Peradaban..., h. 102.
[61]Badri Yatim, Sejarah
Peradaban..., h. 102.
[63]Fuad Moch.
Fachruddin, Perkembangan..., h. 217.
[65]Amir Hasan Siddiqi,
Studies in..., h. 95.
[66]Zaryab/Ziryab
adalah seorang artis terbesar pada masanya dan seorang siswa sekolah music
Ishaq al-Mausuli di Baghdad. Selain itu, ia juga seorang penyanyi, teoritikus,
dan ahli music yang ajaib dan ia juga seorang sejarawan, filosuf dan ilmuwan.
Lihat Amir Hasan Siddiqi, Studies in..., h. 90.
[67]Badri Yatim, Sejarah
Peradaban..., h. 103. Lihat juga Ahmad Syalabi, Sejarah
dan Kebudayaan Islam...h. 88.
[68]Badri Yatim, Sejarah
Peradaban..., h. 103.
[72]Ira M. Lapidus, Sejarah
Sosial Ummat Islam, Cet. II, Bag. Kesatu dan dua, Terj. Ghufran A.
Mas’adi, A History of Islamic
Societies, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2000, h. 586.
[75]Ira M. Lapidus, Sejarah
Sosial..., h. 586.
[76]Badri Yatim, Sejarah
Peradaban..., h. 105.
[78]Http://Mahasiswapinggiran. Blogspot. com/2009/11/islam- di Spanyol dan pengaruhnya.html. Akses tanggal 9 Oktober 2010.
[79] http://makalahnet.blogspot.com/2009/04/islam-di-andalusia-sepanyol.html, Akses 1 November
2010.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: SEJARAH ISLAM DI ANDALUSIA
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://ponda-samarkand.blogspot.com/2013/01/sejarah-islam-di-andalusia.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5