ETIKA DAKWAH
Jumat, 01 Februari 2013
0
komentar

PENDAHULUAN
Agama Islam merupakan
agama yang bersifat universal atau global, sehingga dipandang oleh umat Islam
sebagai agama yang menjadi rahmat bagi seluruh alam. Keindahan agama Islam
tertuang secara menyeluruh dengan indah di dalam kitab suci Alquran.
Kitab suci Alquran
menjadi panutan bagi umat Islam karena di dalamnya terdapat segala hal yang
berkaitan dengan setiap sendi-sendi kehidupan manusia, dan hal ini yang
membedakan Alquran dengan kitab-kitab suci agama lain. Di antara pundi-pundi
makna Alquran adalah tentang etika dalam berdakwah, sehingga dalam berdakwah
harus memiliki etika yang berpedoman kepada Alquran.
Salah satu ayat yang
menjelaskan tentang perihal etika dalam berdakwah adalah surah Ash-Shaff ayat 2
dan 3. Terkait dengan tugas yang diberikan
dalam mata kuliah Tafsir II, maka makalah ini disusun dengan judul: ETIKA
DAKWAH MENURUT ALQURAN
(TAFSIR SURAH ASH-SHAFF AYAT 2-3).
Semoga dengan adanya makalah
ini, bisa memberikan gambaran keindahan Alquran dan menjadikan khazanah pengetahuan
terhadap ayat-ayat Allah SWT dan etika dakwah kepada para calon da’i di Jurusan Dakwah.
|
BAB II

A. Surah ash-Shaff
Ayat 2-3
$pkš‰r'¯»tƒ
tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
zNÏ9
šcqä9qà)s?
$tB
Ÿw
tbqè=yèøÿs?
ÇËÈ uŽã9Ÿ2
$ºFø)tB
y‰YÏã
«!$#
br&
(#qä9qà)s?
$tB
Ÿw
šcqè=yèøÿs?
ÇÌÈ
Artinya: “Wahai
orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu
kerjakan. (itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan
apa-apa yang tidak kamu kerjakan”[1]
B. Kosa Kata (Mufradah)
Kosa Kata
|
Terjemah
|
NÏ9
|
Mengapa kamu mengatakan, “kami telah
melakukan begini dan begitu,” padahal kamu tidak melakukannya.
|
Žã9Ÿ2
|
Besar.
|
$ºFø)tB
|
Kebencian yang hebat dan besar.[2]
|
C. Sebab-sebab
Turunnya Ayat (Asbâbu an-Nuzul)
|
Imam
Ibnu Jarir meriwayatkan sebuah hadis dari Adh Dhahhak yang telah menceritakan
bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan seorang lelaki yang mengatakan dalam
perang hal-hal yang tidak ia lakukan, seperti memukul, menusuk dan membunuh
musuh.[4]
D. Penjelasan Kandungan
Ayat
1. Ayat 2
$pkš‰r'¯»tƒ
tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
zNÏ9
šcqä9qà)s?
$tB
Ÿw
tbqè=yèøÿs?
Ayat ini diawali dengan kata “hai orang-orang
beriman”, panggilan itu merupakan penghormatan yang tinggi, tetapi panggilan
itu diiringi dengan pertanyaan yang mengandung keheranan dan keingkaran. Mereka
mengaku beriman, tetapi mereka mengatakan apa yang tidak pernah mereka lakukan.
Seyogyanya orang yang beriman itu tidak berlaku demikian.[5]
Cacian dan keingkaran ini ditujukan pada pelanggaran
mereka terhadap apa yang mereka janjikan. Ucapan di sini menjadi sasaran untuk
menjelaskan bahwa kedurhakaan mereka itu ganda, sebab mereka telah meninggalkan
perbuatan yang baik dan telah berjanji untuk mengerjakannya, namun tidak
ditepati.[6]
Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW : [7]
أية المنافق ثلاث:
اذا وعد اخلف, و اذا حدّث كذب, و اذا اؤتمن خان
“Tanda orang mumafik itu ada tiga; jika berjanji ia
ingkar, jika ia bicara ia dusta, dan jika dipercaya ia khianat”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Allah
sangat membenci orang beriman yang mengatakan apa yang tidak pernah ia perbuat,
sebagaimana yang terjadi kepada sebagian kaum muslim yang ingin adanya perintah
yang paling disukai Allah, mereka akan melaksanakannya, tapi kenyataannya
setelah perintah jihad diturunkan, sebagian dari mereka enggan dan merasa
keberatan untuk melaksanakannya.
2.
Ayat
3
uŽã9Ÿ2
$ºFø)tB
y‰YÏã
«!$#
br&
(#qä9qà)s?
$tB
Ÿw
šcqè=yèøÿs?
Kata ( كبر) kabura
berarti besar tetapi yang dimaksud adalah amat keras karena
sesuatu yang besar terdiri dari banyak hal/komponen. Kata ini digunakan untuk
melukiskan sesuatu yang sangaat aneh, yakni mereka yang mengaku beriman, mereka
sendiri yang meminta agar dijelaskan tetang amalan yang paling disukai Allah
untuk mereka kerjakan, lalu setelah dijelaskan oleh-Nya, mereka mengingkari
janji dan enggan melaksanaknnya. Sungguh hal tersebut adalah suatu keanehan
yang luar biasa besarnya.[8]
Kata (مقتا)
maqtan adalah kebencian yang sangat keras. Ayat di atas menggabungkan dua
hal yang sangat besar, sehingga menimbulkan murka Allah. Ditambah lagi dengan
kalimat ( عند
الله)
yang menunjukan bahwa kemurkaan itu langsung dari Allah SWT. Oleh karena itu,
menurut al-Qusyairi sebagaiman dikutip oleh al-Biqa’i “tidak ada ancaman satu
dosa seperti ancaman yang dikemukakan ayat ini.”[9]
Dapat disimpulkan bahwa ayat ini menjelaskan tentang
orang yang menginginkan suatu amalan yang paling dicintai Allah, tetapi setelah
dijelaskan amalan tersebut, mereka enggan dan merasa keberatan dalam
melaksanakannya. oleh karena itu Allah sangat membenci orang yang hanya bisa
mengatakan apa yang tidak ia kerjakan.
BAB III

A.
Kesimpulan
Sebagai kesimpulan dari penjelasan surah ash-Shaff
ayat 2-3 yang telah diuraikan di dalam makalah ini, maka dapat disimpulkan ke
dalam beberapa poin sebagai berikut:
1. Di dalam ayat 2 dapat
disimpulkan maksudnya adalah Allah memberikan sindiran terhadap orang yang
beriman yang meminta amalan yang paling disukai Allah, setelah dijelaskan
amalan tersebut, mereka enggan dan merasa keberatan untuk melaksanakannya.
2. Sedangkan ayat 3 adalah
lanjutan bahwa Allah sangat membenci perbuatan orang beriman sebagaimana
dijelaskan oleh ayat ini.
B. Saran
Keindahan Alquran tidak akan pernah dapat dijelaskan
secara keseluruhan, karena itu dalam penjelasan makalah ini hanya dapat
menguraikan sedikit dari sekian banyak keindahan-keindahan yang dapat ditemukan
di dalam Alquran, sebuah kitab suci yang menyimpan sejuta rahasia kehidupan dan
misteri keindahannya yang tak terbatas.
Semoga makalah ini dapat jadi bahan pembelajaran
bagi mahasiswa dakwah yang mudah-mudahan nantinya menjadi seorang da’i,
seyogyanya terlebih dahulu memperbaiki diri sendiri dan jangan sampai seorang
da’i hanya bisa mengajak kepada orang lain tentang kebajikan, tapi ia sendiri
tidak mengerjakannya, ini mendeskripsikan bahwa seseorang tersebut adalah
munafiq.
|
DAFTAR PUSTAKA

Departemen
Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: Ferlia Citra Utama,
2008.
Maragi, Ahmad Mustafa, Tafsir al-Maragi, Cet.
Kedua, Semarang: Toha Putera, 1993.
Sayuthi, Imam Jalaludin, Terjemah Tafsir
Jalalain Berikut Asbabun Nuzul, Cet. 8, Jil. 4, Bandung: Sinar Baru
Alyesindo, 2004.
Hamka, Tafsir Al Azhar Juzu’ XXVIII, Cet.
II, Jakarta: Pustaka Panji Mas, 2000.
Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Tafsir
Al-Qur’anul Majid An-Nur, Semarang: Pustaka Rizqi Putra, 2000.
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah: Pesan,
Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Vol. 14, Jakarta: Lentera Hati, 2009.
[1]Departemen Agama
RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: Ferlia Citra Utama, 2008, h.
805.
[3] Imam Jalaludin as-Sayuthi, Terjemah Tafsir Jalalain Berikut Asbabun
Nuzul, Cet. 8, Jil. 4, Bandung: Sinar Baru Alyesindo, 2004, h. 2450.
[7] Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid
An-Nur, Semarang: Pustaka Rizqi Putra, 2000, h. 4207.
[8] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur’an, Vol. 14, Jakarta: Lentera Hati, 2009, h. 11.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: ETIKA DAKWAH
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://ponda-samarkand.blogspot.com/2013/01/etika-dakwah.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5