Haji Gratis Ala Rasulullah
Jumat, 03 Mei 2013
0
komentar
Oleh:
Qasthalani
“Padanya terdapat tanda-tanda yang
nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim. Barangsiapa memasukinya (Baitullah)
menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah,
yaitu (bagi) orang-orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah.
Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya
(tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”
(QS. Ali Imran [3]: 97)
Istilah
ibadah haji sudah menjadi hal yang sangat akrab bagi kehidupan kita. Bukan
hanya bagi umat muslim, di kalangan umat nonmuslim pun sudah menjadi hal yang
tidak asing lagi. Bagaimana tidak, Ka’bah yang menjadi tujuan pertama setelah
para jamah melakukan ihram pun diakui
sebagai salah satu dari keajaiban dunia. Terlebih lagi di Indonesia,
saudara-saudara kita yang kembali dari tanah suci pun mendapat gelar baru
dengan sebutan (pak haji atau bu hajjah), sebagai penghargaan atas pengalaman spiritual yang mereka alami.
Tidak
hanya itu, kabar-kabar yang berkaitan dengan ibadah haji, mulai dari persiapan,
pemberangkatan, keadaan di tanah suci hingga kepulangan para jamaah pun selalu
menjadi incaran dan topik hangat oleh berbagai media massa, seperti televesi,
radio, surat kabar dan lain sebagainya. Materi-materi tentang ibadah haji pun
menjadi bahan utama untuk disampaikan oleh para dai dalam berceramah dan
berkhutbah di mimbar jumat, pengajian dan majlis taklim.
Ibadah
haji memang dambaan seluruh umat muslim, khususnya bagi mereka yang sudah
merindukan bagaimana nikmatnya bersujud dengan melihat langsung kepada kiblat
kaum mulimin sedunia yang selama ini hanya terbayang samar ketika kita
menghadapkan wajah di saat shalat. Bagaimana puasnya ketika beribadah di dua
masjid yang menjanjikan nilai pahala yang berlipat-lipat.
Namun
ketika gencarnya kabar-kabar tentang ibadah haji, kita temukan sekelompok kaum
muslimin yang menangis dengan hati penuh harap. Mereka menangis bukan karena
membayangkan takut akan ketinggian ketika di perjalanan, atau lelahnya karena
mengitari Ka’bah ketika thawaf, atau
karena panasnya sengatan matahari ketika wukuf.
Melainkan mereka menangis ketika mendengar bahwa biaya untuk sampai ke tanah
suci hampir tidak terjangkau. Padahal kondisi lahir batin mereka sudah merasa
siap dan ikhlas. Apakah ibadah haji hanya untuk mereka yang berharta lebih.
Begitulah pertanyaan yang muncul dari benak mereka ketika merenungkn hal
tersebut.
Tapi
seorang hamba yang cerdas bukanlah hamba yang hanya bisa berkeluh kesah dan
meratap. Sebagai makhluk yang diberi akal untuk berfikir, seorang hamba yang
cerdas haruslah berusaha untuk mewujudkan hal tersebut sebisa dan semaksimal
mungkin. Ada sebuah hadis yang dapat menjawab harapan mereka yang masih belum
mendapat panggilan ke tanah suci, sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu
Umamah, dia bercerita bahwa Rasulullah SAW bersabda, yang artinya:
“Barangsiapa mengerjakan shalat
shubuh di masjid dengan berjamaah, lalu dia tetap diam di sana sampai dia
mengerjakan shalat Dhuha, maka baginya seperti pahala orang yang menunaikan ibadah
haji atau umrah, (yang sempurna haji dan umrahnya)”. (HR.
Ath-Thabrani)
Jadi,
apabila fajar sidiq telah terbit, maka bersegeralah kita melaksanakan shalat
Shubuh berjamaah dengan hati yang khusyu. Pahamilah makna setiap bacaan yang
kita lafalkan. Dirikanlah shalat dengan sempurna sesuai dengan sunah Nabi SAW.
Berusahalah untuk selalu khusyu, yakni dengan mengumpulkan perasaan takut dan
kawatir berpaling dari keadaan yang bukan shalat. Sebab khusyu adalah perbuatan
badan dan hati. Dalam melaksanakan semua shalat wajib atau sunah, hendaklah
diusahakan agar terjadinya hudhur, yakni hadirnya hati selama
melakukan shalat. Sebab hanya dengan cara inilah seorang hamba akan mendapat
keutamaan. Nabi SAW bersabda, yang artinya:
“sesungguhnya nilai shalat seseorang
bukan dinilai dari seperenam atau sepersepuluh dari shalatnya itu, melainkan
yang d inilai adalah yang dapat ia hayati dari shalatnya itu” (HR.
Abu Daud)
Ada
empat hal yang utama sekali diamalkan sebelum matahari terbit, yaitu:
1.
Mengadakan muhasabah, yakni introspeksi atau sadar diri serta menghidupkan cita-cita untuk
melaksanakan amal, mengingat kembali perbuatan dosa yang pernah dilakukan,
diikuti dengan amal ibadah dan niat untuk memperbanyak amalan pada hari-hari
selanjutnya;
2.
Bertafakur atau
merenung untuk sesuatu yang bermanfaat bagi diri kita agar tampak nikmat-nikmat
Allah yang telah dianugrahkan kepada kita;
3.
Membaca wirid
dan tidak berbicara serta menghadap kiblat, mengadakan muraqabah, yakni mendekatkan diri kepada Allah dengan membaca
kalimat-kalimat dzikir di lisan dan dalam
hati, seakan-akan dari hati yang suci ini keluar cahaya Allah.
4.
Banyak membaca
shalawat akan membuat hati mejadi gembira, meneranginya dengan cahaya Allah dan
berkah Nabi Muhammad SAW. Membaca shalawat secara istiqomah atau terus menerus akan memberi dorongan untuk senantiasa
mensucikan hati dan jiwa dari godaan hawa nafsu.
Kemudian
setelah matahari terbit, kita melakukan shalat Isyraq atau syuruq. kata isyraq
atau syuruq berasal dari kata syarq
yang berarti timur, terbit atau menerangi. Sedangkan menurut istilah,
sebagaimana disebutkan dalam kitab ihya, bahwa shalat Isyraq berbeda dengan shalat Dhuha, karena shalat Isyraq adalah shalat sunah dua rakaat,
dilakukan setelah matahari terbit dan sesaat setelah hilangnya waktu karahah (waktu yang diharamkan untuk
shalat, karena haram hukumnya melakukan shalat sunah mutlak setelah
melaksanakan shalat subuh hingga matahari terbit). Sebagian para ulama menyatakan
bahwa shalat Isyraq merupakan permulaan
shalat Dhuha. Sebagaimana diriwayatkan oleh ath-Thabrani dan juga Abu Bakar
al-Hadzali dari Atha’ bin Abi Rabah dari Ibnu ‘Abbas dia bercerita bahwa dia
pernah diberi perintah dengan ayat al-asyiyyi
wal isyraq, dan dia tidak mengerti maksudnya, sehingga Ummu Hani binti Abi
Thalib memberi tahunya, bahwa Rasulullah pernah datang menemuinya, lalu minta
agar diambilkan air di dalam mangkuk besar, lalu Nabi berwudhu, kemudian beliau
berdiri dan mengerjakan shalat Dhuha. Kemudian beliau menyatakan bahwa shalat
yang baru beliau lakukan adalah shalat Isyraq.
Setelah
melaksanakan shalat Isyraq, lalu
membaca al-Quran untuk mendapat nasihat dari kitab suci yang akan diperoleh
dengan membaca secara tadabbur, yakni
menghayati dan memahami serta mengamalkan apa-apa yang terkandung di dalam apa
yang dibaca. Dalam membaca al-Quran ini pun hendaklah dengan adab dan tata
cara, seperti tidak lalai dan tenang, suci, serta menghadap kiblat, memakai
pakaian yang sopan dan bersih, dikerjakan dengan sungguh-sungguh dan khusyu,
seakan-akan sedang berdialog dengan Allah SWT, atau seakan-akan sedang menerima
dan menelaah firman-firman-Nya serta membahas kenikmatan yang diberikan-Nya.
Demikianlah
makna yang terkandung dalam hadis di atas. Hadis tersebut menegaskan kepada kita, bahwa setiap
kesulitan pasti selalu ada jalan. Salah satunya dalam masalah ibadah haji di atas. Namun demikian,
apa yang dijelaskan dalam hadis tersebut tetap tidak mengalahkan ibadah haji
yang sesungguhnya. Sebab ibadah haji banyak mengandung hikmah dan pengalaman spiritual yang luara biasa, yang tidak
di dapatkan dalam ibadah-ibadah lainnya. Mudah-mudahan Allah memberikan
kesempatan kepada kita untuk memenuhi panggilan-Nya ke tanah suci Allahumma ballighna ziyarata Makkah wal
Madinah. Amin ya Rabbal ‘alamin... Wallahu a’lam bishshawab.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Haji Gratis Ala Rasulullah
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://ponda-samarkand.blogspot.com/2013/01/haji-gratis-ala-rasulullah.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5