Dikotomi Ilmu Pengetahuan
Kamis, 31 Januari 2013
0
komentar
DIKOTOMI
ILMU PENGETAHUAN
(Akar
Tumbuhnya Dikotomi Ilmu Umum Dan Agama Dalam Islam)
A.
Pendahuluan
Islam adalah agama yang memiliki berbagaimacam
pengetahuan, baik itu pengetahuan agama maupun pengetahuan umum. Dalam Islam
pengetahuan tidak dibedakan, bahkan Islam menganggap kedua pengetahuan tersebut
ibarat mata uang yang memiliki dua sisi yang berbeda namun tidak dapat
dipisahkan satu sama lainnya.
Islam menganggap ilmu pengetahuan sebagai
sebuah konsep yang holistis, dalam konsep ini tidak ada perbedaan antara
pengetahuan dengan nilai-nilai. Hal ini dapat diketahui ketika al-quran
berbicara tentang menawarkan kepada jin dan manusia untuk menembus angkasa atau
langit, ketika al-Qur’an berkata iqra’ dan juga ketika al-Qur’an bercerita
tentang penciptaan bumi dan langit serta pertukaran siang dan malam. Kesemuanya
itu merupakan sebuah indikasi bahwa sumber dari segala ilmu berasal dari Islam.
Sejarah telah mencatat masa kegemilangan diraih
oleh oleh kerajaan Islam seperti abbasiyah dan mua’wiyah dibagdad dan dan di
spanyol. Periode tersebut telah melahirkan banyak tokoh muslim seperti imam
Malik, Imam Syafi’I, Abu Hanifah, Al-Kindi, Al-Farabi, dan Ibnu Sina dan
sebagainya. Rentetan sejarah mengungkap bahwa ternyata para ilmuan
tersebut tidak pernah memisahkan akan ilmu pengetahuan dengan agama. Ilmu
pengetahuan dan agama mereka pahami sesuatu yang bersifat totalitas dan
integral. Ilmu pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari agama itu sendiri.[1]
Berdasarkan latar belakang yang telah
dipaparkan di atas, maka makalah ini akan ditulis dengan judul: “DIKOTOMI
ILMU PENGETAHUAN (Akar Tumbuhnya Dikotomi Ilmu Umum Dan Agama Dalam Islam). Makalah
ini akan membahas tentang bagaimana konsep Islam terhadap ilmu, kapan
terjadinya dikotomi ilmu pengetahuan, apa penyebabnya, serta upaya apa yang
dilakukan untuk mengantisipasi dikotomi ilmu pengetahuan tersebut.
B.
Konsep
Islam Tentang Ilmu Pengetahuan
Epistimologi Islam mengandung sebuah konsep
yang holistik mengenai pengetahuan. Di dalam konsep ini tidak terdapat pemisahan
pengetahuan dengan nilai-nilai. Al-Qur’an menekankan agar umat Islam mencari
ilmu pengetahuan dengan meneliti alam semesta ini, dan bagi orang yang menuntut
ilmmu pengetahuan diberikan derajat yang tinggi. Bahkan al-Quran menegaskan
bahwa tidaklah sama orang-orang yang berpengetahuan dengan orang-orang yang
tidak berpengetahuan.[2] Dari
ketegasan makna ayat tersebut maka dapat dipahami bahwa ternyata Islam tidak
pernah mengdikotomikan ilmu pengeatahuan dan agama. Ilmu pengetahuan dan agama
merupakan sesuatu hal yang harus dipahami sebagai suatu yang totalitas dan
integral.
Kemudian Ziauddin Sardar mengemukakan sebuah
artikulasi terbaik mengenai epistimologi ilmu pengetahuan yang diperolehnya
dalam kitab pengetahuan karya Abu Hamid Muhammad al-Ghazali (1058-1111).
Al-ghazali seorang guru besar dari universitas Nizhamiyah Bagdad. Al- ghazali
mengemukakan ilmu penngetahuan berdasarkan tiga kriteria:[3]
1. Sumber
a. Pengetahuan yang diwahyukan; pengetahuan ini
diperoleh khuasus oleh para nabi dan rasul. Manusia memiliki keharusan untuk
mengikuti pengetahuan yang terdapat pada wahyu yang diturukan kepada Nabi dan
Rasul-Nya.
b. Pengetahuan yang tidak diwahyukan; sumber pokok
dari ilmu pengetahuan Ini adalah akal, penngamatan, percobaan, dan artikulasi
(penyesuaian).
2. Kewajiban-kewajiban
a. Pengetahuan yang diwajibkan kepada setiap orang
(fardhu al-‘ain); pengetahuan yang penting sekali umtuk keselamatan seseorang,
misalnya etika sosial, kesusialaan dan hukum sipil.
b. Pengetahuan yang diwajibkan kepada masyarakat
(fardhu al-kifayah): yaitu pengetahuan yang penting sekali untuk keselamatan
seluruh masyarakat misalnya pertanaian, obat-obatan, arsitektur dan teknik
mesin
3. Fungsi sosial
a. Ilmu-ilmu yang patut dhargai yaitu ilmu-ilmu
sains yang berguna dan tidak boleh diabaikan karena segala aktivitas hidup ini
tergantung padanya.
b. Ilmu-ilmu yang patut dikutuk; astrologi, magig,
berbagai ilmu yang tidak bermanfaat.
Dari kerangka keilmuan di atas dapat dipahami
bahwa antara agama dan sains tidak berdiri sebagai dua buah kultur yang saling
berpisah tapi merupakan sesuatu yang integral. Pertentangan ilmu
pengetahuan dengan agama terjadi pada abad pertengahan, setelah pelajar Yunani
dari Konstatinopel ke Eropa. Sehingga terjadilah rasa permusuhan dan jurang
pemisah antara ilmu pengetahuan dan agama.
C. Dikotomi Ilmu Pengetahuan
Dikotomi adalah pembagian ke dalam dua konsep
yang saling bertentangan.[4]
Dikotomi pengetahuan ini muncul bersamaan atau setidak-tidaknya beriringan
dengan masa Renaissance di Barat. Masa Renaissance inilah yang
telah melahirkan sekularisasi (pemisahan urusan dunia dan akhirat) dan dari
sekulerisasi ini lahirlah dikotomi ilmu pengetahuan.[5]
Dikotomi ilmu pengetahuan merupakan sebuah
paradigma yang selalu marak dan hangat diperbincangkan dan tidak berkesudahan.
Adanya dikotomi pengetahuan ini akan berimplikasi kepada dikotomi pendidikan
itu sendiri. Ada pendidikan berkecimpung pada ilmu pengetahuan modern yang jauh
dari nilai-nilai agama, Ada pula pendidikan yang hanya konsen pada pengetahuan
agama yang terkadang dipahami penuh dengan kejumudan serta jauh dari ilmu
pengetahuan. Memberikan implikasi yang jelek terhadap pendidikan agama itu
sendiri. Secara teoritis dikotomi pendidikan adalah pemisahan secara teliti dan
jelas dari satu jenis menjadi dua yang terpisah satu sama lain dimana yang satu
tidak dapat dimasukan kepada yang lainnya, atau sebaliknya.[6]
Berangkat dari definisi di
atas dapat diartikan bahwa makna dikotomi adalah pemisahan atau pembagian suatu
ilmu menjadi dua bagian yang satu sama lainnya memiliki makna yang berbeda.
Dilihat dari kacamata Islam, bahwa ia menganggap ilmu pengetahuan sebagai
sesuatu yang utuh dan integral.
Dewasa ini, bila dicermati para ilmuan
cenderung memisahkan (dikotomi) antara ilmu agama dengan ilmu keduniaan.
Sehingga hal inilah yang mendorong Naquib al-Attas, Ziauddin Sardar dan Ismail
Raji al-Faruqi untuk mendengungkan konsep Islamisasi ilmu pengetahuan. Mereka
merupakan pelopor istilah islamisasi ilmu pengetahuan.[7]
Al-Faruqi mengungkapkan sebagaimana yang kutip
oleb Samsul Nizar dan Ramayulis zaman kemunduran Islam telah membawa umat Islam
berada di anak tangga-tangga bangsa-bangsa yang terbawah. Di samping itu
al-Faruqi juga mengatakan bahwa ilmu tidak bebas nilai akan syarat dengan
nilai. Mensikapi perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan adalah cukup dengan
mengislamisasikan ilmu tersebut tidak perlu orangnya. Tujuannya adalah agar
yang mempelajari ilmu tersebut bisa terpola lansung pemikiran dan
tingkahlakunya. Untuk mengislamisasiakan ilmu pengetahuan, jalan yang harus
dilakukan adalah 1) menjadikan al-Qur’an dan sunnah sebagai landasan dalam
berpikir, 2) melakukan pencarian terhadap ilmu-ilmu modern, 3) lakukan
pendekatan filsafat dalam ilmu pengetahuan.[8]
Disisi lain, masyarakat muslim melihat akan
kemajuan Barat sebagai sesuatu yang mengagumkan. Konsekuensinya adalah kaum
muslim terkontaminasi oleh kemajuan Barat dan berupaya melakukan reformasi
dengan jalan westernisasi, dan ternyata westernisasi telah menjauhkan umat
Islam dari al-Qur’an dan Sunnah. Sesungguhnya sesuatu yang sangat dilematis
apabila ingin maju dengan meniru cara dan gaya Barat tetapi justru yang
didapatkan adalah kehancuran. Semuanya disebabkan ketidakmampuan menfilter dari
apa yang diadopsi dari Barat tersebut.[9]
Akar munculnya dikotomi ilmu disebabkan oleh
proses rekonstruksi ilmu itu sendiri. Proses Rekonstruktivisme tersebut adalah
bahwa apa yang dilakukan al-Ghazali terhadap filsafat dan apa yang dibantah
oleh Ibn Rusdy, dan apa yanng dipahami masyakat awam terhadap polemik tersebut
sesungguhnya merupakan bagian rekonstruksi ilmu dan juga apa yang dilakukan
oleh Barat dalam merekonstri ilmu telah memperdalam terjal terhadap pemahaman
akan dikotomi ilmu pada masyarakat umumnya.
Setidak-tidaknya ilmu pengetahuan itu ada dua.
Pertama terbagi akan tiga yakni:[10]
1. Ilmu Alam (Natural Science)
2. Ilmu Sosial (Social Science)
3. Ilmu Agama
Pendapat kedua, berpendapat bahwa ilmu
pengetahuan itu dibagi dua yakni :
1. Natural Science
2. Natural Social, untuk ilmu agama dimasukan atau
dikelompokan ke dalam social science.
Demikianlah bila dicermati perkembangan
rekonstruksi ilmu pengetahuan yang menyebabkan lahirnya dikotomi (pemisahan)
antara ilmu umum dengan ilmu agama dalam pendidikan.
D.
Islamisasi
Ilmu Pengetahuan
Salah satu upaya yang dilakukan oleh para
pemikir Islam adalah pengintegrasian kembali ilmu umum dan ilmu keIslaman.
Istilah yang popular dalam konteks integrasi ini adalah
Islamisasi. Menurut Imadudin Khalil Islamisasi ilmu penngetahuan berarti
melakukan suatu aktivitas keilmuan seperti mengungkap, mengumpulkan, menghubungkan
dan menyeberluaskannya menurut sudut pandang Islam terhadap alam, kehidupan dan
manusia. Sedangkan menurut al-Faruqi Islamisasi ilmu pengetahuan adalah mengislamkan
disiplin-disiplin ilmu atau lebih tepat menghasilkan buku-buku pegangan pada level
universitas dengan menuangkan kembali disiplin-disiplin ilmu modern dengan
wawasan (vision) Islam.[11]
Upaya pengintegrasian ilmu pengetahuan itu
telah diupayakan oleh pemikir Islam di antaranya Al Faruqi dari Temple
University, ia menyebut proses integrasi tersebut dengan istilah islamisasi.[12]
Upaya yang dilakukan dalam proses Islamisasi ilmu pengetahuan adalah meletakan
prinsip-prinsip tauhid sebagai landasan epistimologi ilmu pengetahuan. Bagaiamana
ilmu-ilmu yang berkembang diIslamisasikan. Sebagai tolak ukurnya adalah
penyesuaian dengan al-Qur’an dan Sunnah.
E. Penutup
Sebagai kesimpulan dari paparan makalah ini
adalah sejarah dikotomi tersebut sudah dimulai sejak abad pertengahan atau masa
kemajuan Islam periode Abbasiyah. Dalam Islam sesungguhnya tidak ada pemilahan
ilmu pengetahuan dan agama. Ilmu pengetahuan dan ilmu agama merupakan sesuatu
yang integral. Ilmu pengetahuan dan ilmu agama dianalogikan ibarat dua sisi
mata uang yang berbeda namun tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya, seperti
itulah Islam memandang keduanya tersebut.
Bila
ilmu disikapi dengan dikotomi maka tentu akan melahirkan pemikiran yang berbeda
dalam membangun peradaban dunia, namun bagaimana mengintegralkan dikotomi
pengetahuan tersebut. Konsep yang ditawarkan dalam mensikapi dikotomi ini
adalah apa yang yang disebut oleh al-Faruqi dengan Islamisasi ilmu yakni proses
filterisasi terhadap ilmu-ilmu yang dikembangkan Barat dengan landasan atau
disesuaikan dengan al-Qur’an dan Sunnah.
Daftar
Pustaka
Bakir, R. Suyoto dan Sigit
Suryanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Tangerang: KARISMA Publishing
Group, 2009.
Daulay, H. Haidar Putra, Pendidikan
Islam: Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, Jakarta: Kencana,
2004.
Nizar, H. Samsul, Sejarah
Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai
Indonesia, Cet. 2, Jakarta: Kencana, 2008.
Qomar, Mujamil,
Epistemologi Pendidikan Islam: Dari Metode Rasional Hingga Metode Kritik, Jakarta:
Erlangga, 2007.
http://pontrennurulhuda.blogspot.com/2009/01/dikotomi-ilmu-pengetahuan.html
(Online 03 Desember 2011)
[1]
http://pontrennurulhuda.blogspot.com/2009/01/dikotomi-ilmu-pengetahuan.html
(Online 03 Desember 2011)
[2] H. Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam:
Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, Cet.
2, Jakarta: Kencana, 2008, h. 228.
[3] http://pontrennurulhuda.blogspot.com/2009/01/dikotomi-ilmu-pengetahuan.html
(Online 03 Desember 2011)
[4] R. Suyoto Bakir dan Sigit Suryanto, Kamus Lengkap
Bahasa Indonesia, Tangerang: KARISMA Publishing Group, 2009, h. 138.
[5] Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan Islam: Dari
Metode Rasional Hingga Metode Kritik, Jakarta: Erlangga, 2007, h. 75.
[6] http://pontrennurulhuda.blogspot.com/2009/01/dikotomi-ilmu-pengetahuan.html
(Online 03 Desember 2011)
[8] http://pontrennurulhuda.blogspot.com/2009/01/dikotomi-ilmu-pengetahuan.html
(Online 03 Desember 2011)
[11] http://pontrennurulhuda.blogspot.com/2009/01/dikotomi-ilmu-pengetahuan.html
(Online 03 Desember 2011).
[12] H. Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam: Dalam
Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2004, h. 192.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Dikotomi Ilmu Pengetahuan
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://ponda-samarkand.blogspot.com/2013/01/dikotomi-ilmu-pengetahuan.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5