Bacaan Makmum Dalam Shalat
Kamis, 31 Januari 2013
0
komentar
MASALAH BACAAN MAKMUM DALAM SHALAT
MENURUT IMAM MAZHAB YANG EMPAT
( SYAFI’I, MALIKI, HANBALI DAN HANAFI)
A.
Pendahuluan
Sumber utama
ajaran Islam adalah al-Qur’an dan Hadis. Dalam memahami al-Qur’an maupun Hadis
para ulama fiqih memiliki pemahaman yang berbeda-beda, sehingga menimbulkan
perbedaan dalam menetapkan suatu hukum yang terjadi di kalangan masyarakat.
Salah satu
contoh yang sering terjadi ikhtilaf dalam kehidupan masyarakat adalah
masalah shalat. Sebagaimana diketahui bahwa shalat adalah pangkal dari segala
ibadah. Akan tetapi, tidak sedikit ikhtilaf (perbedaan) di antara
pendapat para ulama mengenai masalah bacaan makmum dalam shalat.
Berdasarkan
pemaparan yang ringkas tersebut maka penulis disini akan membuat sebuah makalah
dengan judul: “MASALAH BACAAN MAKMUM DALAM SHALAT MENURUT PANDANGAN IMAM MAZHAB
YANG EMPAT (SYAFI’I, MALIKI, HANBALI, DAN HANAFI”.
B.
Masalah Bacaan Makmum Dalam Shalat Menurut Imam Mazhab yang Empat
(Syafi’i, Maliki, Hanbali dan Hanafi).
Para ulama telah sepakat bahwa imam tidaklah
menanggung bacaan makmum dalam shalat fardhu, kecuali bacaan fatihah.
Adapun mengenai bacaan fatihah, dalam hal ini ulama berbeda pendapat.
1.
Mazhab Hanafiyyah
Para ulama hanafiyyah berpendapat bahwa
kewajiban membaca fatihah gugur bagi makmum, baik shalat yang bacaannya Sir
maupun Jahr, apabila seorang makmum membacanya maka hukumnya adalah makruh
tahrim (makruh yang mendekati haram).[1]
Di dalam kitab al-fiqhu ala mazhabil arba’ah
mazhab hanafiyah mengatakan:
ان قراءة المأموم خلف امامه مكروهة
تحريما فى السرية و الجهرية.
Artinya: Bacaan makmum di belakang imam itu
hukumnya adalah makruh tahrim, baik itu pada saat bacaan sir maupun
jahr.[2]
Pendapat mazhab hanafiyyah ini diperkuat
dengan dalil al-Qur’an surah al-A’raf ayat 204:
#sŒÎ)ur ˜Ìè% ãb#uäöà)ø9$# (#qãèÏJtGó™$$sù ¼çms9 (#qçFÅÁRr&ur öNä3ª=yès9 tbqçHxqöè? ÇËÉÍÈ
Artinya: “Dan apabila dibacakan Al Quran, Maka
dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat
rahmat”.
Ayat di atas
memerintahkan agar mendengarkan dengan sebaik-baiknya dan berdiam disaat imam
membaca al-Qur’an, yang memberikan pengertian bahwa haram hukumnya makmum
membaca fatihah disaat imam membaca ayat al-Qur’an. [3]
Sedangkan dalil yang bersumber dari hadis adalah
sabda Rasulullah SAW:
مَنْ
صَلَّى خَلْفَ الْاِمَامِ فَقِرَاءَةُ الْاِمَامِ قِرَاءَةٌ لَهُ (عن عبادة بن الصامت)
Artinya: “Siapa
shalat dibelakang imam (jadi makmum), maka bacaan imam itu ialah bacaan
baginya. (Dari Ubadah bin Shamit).[4]
Berdasarkan hadis di atas, bahwa bacaan fatihah
dalam masalah shalat itu gugur dan ditanggung oleh imam. Jadi makmum tidak
perlu membaca fatihah dalam masalah shalat menurut mazhab ini.
2.
Mazhab Syafi’iyyah
Mazhab Syafi’iyyah berpendapat bahwa
makmum juga wajib membaca fatihah dibelakang imamnya dalam shalat, baik itu
shalat yang bacaannya Sir maupun Jahar.[5]
Di dalam kitab Al-Umm, Imam Syafi’i berkata:
Rasulullah telah menyabdakan kepada seseorang agar membaca fatihah dalam shalatnya. [6]
Ini menunjukkan bahwa hal itu adalah wajib bagi setiap orang yang melakukan
shalat. Hadis shahih yang menjelaskan bahwa membaca fatihah pada setiap rakaat dalam shalat itu hukumnya wajib, sebagaimana hadis
Rasulullah SAW:[7]
لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ
يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
Artinya: “Tidak ada shalat (tidak sah) kecuali dengan
bacaan.” (HR. Muslim).
Berdasarkan
kandungan hadis dan pendapat imam Syafi’i di atas dapat disimpulkan bahwa hukum
makmum membaca fatihah dalam masalah shalat adalah wajib. Jika makmum tidak membaca fatihah maka tidak sah
shalatnya.
3.
Mazhab Malikiyyah dan Hanabilah
Kedua mazhab ini berpendapat bahwa makmum tidak
wajib membaca fatihah dibelakang imam, baik itu shalat yang bacaannya sir
maupun jahr. Dalam shalat yang fatihahnya dibaca jahr
(nyaring) dimakruhkan makmum membaca fatihah, dan di dalam shalat
yang fatihahnya dibaca sir (perlahan) disunatkan makmum membaca fatihah.[8]
Adapun dalil mereka yang berpendapat bahwa makruh
hukumnya makmum membaca fatihah pada saat bacaan jahr adalah hadis Rasulullah SAW:[9]
مَا اَرَى الْاِمَامَ اِذَا اَمَّ الْقَوْمَ اِلاَّ قَدْ
كَفَاهُمْ
Artinya: “Tidaklah
saya melihat imam apabila mengimami kaum, melainkan ia telah mencukupi bagi
mereka itu.”
Hadis tersebut secara jelas menyatakan
ketidakwajibannya membaca fatihah dalam shalat. Namun dalam shalat jahr
makruh membaca fatihah menurut kedua pendapat mazhab ini dengan
berlandaskan pada hadis di atas.
Adapun tentang disunahkannya membaca fatihah
dalam shalat yang bacaan fatihahnya sir, mereka mengemukakan
sabda Rasulullah SAW:[10]
وَ اِذَا أَسْرَرْتُ بِقِرَاءَتِيْ فَاقْرَءُواْ (رواه دار قطنى)
Artinya: “Dan
apabila aku membaca dengan sir, maka bacalah.”
Mereka (Maliki dan Hanbali) tidak
mengartikan perintah di sini sebagai wajib, tetapi disunatkan bagi makmum
membaca fatihah pada saat bacaan sir.
C.
Kesimpulan
Shalat adalah ibadah
yang di syari’atkan kepada umat Islam dengan atuaran dan syarat-syarat tertentu
yang mesti dipenuhi guna kesempurnaan, akan tetapi dari beberapa syarat ( rukun
) shalat terdapat beberapa perbedaan pendapat mengenai wajib tidaknya rukun
tersebut dilakukan. Seperti perbedaan pendapat dalam hal hukum bacaan makmum
dalam shalat.
Mazhab hanafiyyah, hukumnya makruh
tahrim bagi makmum yang membaca fatihah dalam shalat, baik itu bacaan
saat jahr maupun sir. Mazhab syafi’iyyah mewajibkan adanya
bacaan makmum dalam shalat, jika seorang makmum tidak membaca fatihah maka
shalatnya tidak sah. Sedangkan mazhab malikiyyah dan hanabilah memberikan
hukum makruh dan sunnah. Makruh apabila bacaan saat jahr dan sunnah
apabila bacaan imam pada saat sir.
Hal demikian lumrah terjadi mengingat begitu
banyaknya dalil-dalil dan hadis-hadis, serta begittu banyaknya kaum intelektual
Islam (Mujtahid). Akan tetapi jangan samapai perbedaaan masalah yang terjadi
dalam masalah fiqih ini menjadi penyebab
perpecahan di kalangan umat.
Daptar Pustaka
Al-Jaziri, Abdul Rahman, Al-Fiqhu
‘ala Mazhabil Arba’ah, Beirut: Dar al-Fikr, 1990.
Masyhur, H. Kahar, Salat Wajib
Menurut Mazhab Yang Empat, Jakarta: Rineka Cipta, 2004.
Muhammad bin Idris, Imam Syafi’i Abu
Abdullah, Ringkasan Kitab al-Umm, pent. Mohammad Yasir Abd Mutholib,
dari judul asli, Mukhtasar Kitab Al Umm fiil Fiqhi, Jilid 1, Jakarta:
Pustaka Azzam, 2004.
Sabiq, Sayyid, Fiqih Sunnah, pent. Ahmad Shiddiq
Thabrani, dkk, dari judul asli, Fiqhus Sunnah, Jakarta: Pena Pundi
Aksara, 2009.
Syalthut, Mahmud, Fiqih Tujuh
Mazhab, pent. Abdullah Zakiy Al-Kaaf, dari judul asli, Muqaaranatul
Madzaahib Fil Fiqhi, Cet. II, Bandung: Pustaka Setia, 2007.
Syukur, H. Asywadie, Perbandingan
Mazhab, Surabaya: Bina Ilmu, 1994.
[1]
Mahmud Syalthut, Fiqih Tujuh Mazhab, pent. Abdullah Zakiy Al-Kaaf, dari
judul asli, Muqaaranatul Madzaahib Fil Fiqhi, Cet. II, Bandung: Pustaka
Setia, 2007, h. 61.
[2] Abdul Rahman al-Jaziri, Al-Fiqhu ‘ala
Mazhabil Arba’ah, Beirut: Dar al-Fikr, 1990, h. 229.
[3] H. Asywadie Syukur, Perbandingan Mazhab,
Surabaya: Bina Ilmu, 1994, h. 244.
[4] H. Kahar Masyhur, Salat Wajib Menurut
Mazhab Yang Empat, Jakarta: Rineka Cipta, 2004, h. 229.
[5] H. Asywadie Syukur, Perbandingan..., h.
240.
[6] Imam Syafi’i Abu Abdullah Muhammad bin
Idris, Ringkasan Kitab al-Umm, pent. Mohammad Yasir Abd Mutholib, dari
judul asli, Mukhtasar Kitab Al Umm fiil Fiqhi, Jilid 1, Jakarta: Pustaka
Azzam, 2004, h. 165.
[7]
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, pent. Ahmad Shiddiq Thabrani, dkk, dari
judul asli, Fiqhus Sunnah, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2009, h. 196.
[8]
H. Asywadie Syukur, Perbandingan..., h. 240.
[9] Mahmud Syalthut, Fiqih Tujuh..., h.
67.
[10] Ibid., h. 68.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Bacaan Makmum Dalam Shalat
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://ponda-samarkand.blogspot.com/2013/01/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5